Bahas Isu Krusial Penyelenggaraan Ibadah Haji, Kemenag Gelar Mudzakarah Perhajian Indonesia
- Kemenag RI
Bandung, VIVA – Kementerian Agama (Kemenag) kembali menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia Tahun 2024. Mudzakarah Perhajian Indonesia untuk membahas berbagai isu-isu krusial yang akan menjadi dasar kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief mengatakan dengan banyaknya jemaah usia lanjut yang diberangkatkan ke Tanah Suci, maka diperlukan Kajian Fiqih Taisir (Kemudahan-kemudahan) dalam pelaksanaan Haji bagi Jemaah Haji Indonesia.Pelaksanaan ritual ibadah haji adalah rangkaian ibadah yang didominasi oleh aktifitas fisik, sementara salah satu tujuan syariat agama adalah menjaga jiwa (hifdz al-nafs).
“Oleh sebab itu, perlu dicari satu formula agar pelaksanaan agama (hifz al-din) sejalan dengan tujuan menjaga jiwa (hifdz al-nafs). Syari’ah (fiqih Islam) dan negara harus memberikan ketetapan hukum dalam menjaga jiwa jemaah yang akan diberangkatkan ke Tanah Suci agar memperoleh pembinaan Pelayanan dan pelindungan yang sama, dengan kembali meninjau kesiapan mencoba menggali ketetapan hukum terkait Murur di Muzdalifah dan juga Tanazul dari Mina, dimana pada penyelenggaraan haji Tahun 2024, aktualisasi murur di Muzdalifah dapat menekan angka kematian jemaah Haji Indonesia,” kata Hilman dalam laporanya pada pembukaan Mudzakarah Perhajian Indonesia Tahun 2024 yang berlangsung di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat. Kamis malam 7 November 2024.
Selain itu, lanjut Hilman, yang juga menyita perhatian Kementerian Agama dalam hal ini, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yakni Fatwa MUI yang menyatakan bahwa penggunaan dana haji (nilai manfaat) hukumnya haram dan berdosa.
“Fatwa MUI yang kemudian membuat resah jemaah terutama yg sudah berangkat Haji dan tentu memunculkan kekhawatiran calon jemaah Haji yang belum berangkat terkait penggunaan nilai manfaat dari investasi dana haji. Demikian ini perlu perhatian Khusus untuk mempertahankan asas keberadilan dalam penyelenggaraan maupun juga penggunaan nilai manfaat dana haji,” ujarnya.
Selanjutnya yang akan dibahas adalah berdasarkan data, lebih dari 90% setiap tahunnya Jemaah haji Indonesia mengambil pilihan haji tamattu yang berdampak terhadap pembayaraan dam berupa seekor kambing. Selama ini praktik pembayaran dam Jemaah haji bervariasi dari segi harga, waktu dan tempat pelaksanaannya yang berpotensi terhadap kesempurnaan pembayaraan dam jemaah haji dari aspek syariah compliance. Dengan kata lain, standar pembayaran dan pelaksanaan dam serta distribusi dam jemaah haji belum dapat diwujudkan.
“Dari aspek kebermanfaatan, pembayaran dam Jemaah haji selama ini belum dapat memberikan manfaat yang besar bagi fakir miskin khususnya di Indonesia. Kebijakan tata kelola dam haji yang dimulai tahun 2023 sesungguhnya memberikan pesan moral dan sosial yang dapat memberikan manfaat yang besar bagi Jemaah haji Indonesia,” terang Hilman.
Sehingga, katanya, pendistribusian daging dam selama ini hanya berlaku dan diberikan kepada fakir miskin di Makkah yang secara ekonomi mungkin kebutuhannya tidak sebanyak fakir miskin di Indonesia. “Kebijakan Pendistribusian daging hewan Jemaah haji ke tanah air sesungguhnya memberikan kemaslahatan yang besar bagi fakir miskin Indonesia,” ungkapnya
Forum ini akan digelar selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 7 s.d. 9 November 2024 di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat.
Turut hadir, Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang, Wakil Badan Penyelenggara Haji Dahnil Anzar Simanjuntak, para pejabat dari Kementerian Agama Pusat, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah, Kepala Bidang PHU Wilayah, Kepala UPT Asrama Haji, Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Hji dan Umrah (FK-KBIHU), Unsur Ormas Islam (Nahdlatul Ulama, PERSIS, Muhammadiyyah, al- Washliyyah, al-Irsyad), Akademisi serta Konsultan Ibadah.