Imigrasi Gandeng Polri dan BP2MI Cegah TPPO dari Desa
- Istimewa
Jakarta, VIVA - Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan pembekalan kepada 146 Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa), yang resmi dibentuk oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto. Dalam pembekalan tersebut, Imigrasi menggandeng Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Bareskrim Polri, dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam menjelaskan Imigrasi perlu memfasilitasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SM) untuk memberikan pembekalan terhadap 146 Petugas Imigrasi Pembina Desa, agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal.
“Langkah pertama yang kami lakukan yakni bersinergi dengan instansi terkait seperti BP2MI dan Polri. Sebelum memberikan edukasi keimigrasian, penting bagi Pimpasa memahami konteks sosial dari desa-desa yang akan dibinanya,” kata Saffar melalui keterangannya pada Kamis, 7 November 2024.
Sementara Direktur Intelijen Keimigrasian, Anom Wibowo mengatakan, proses konsolidasi masyarakat di desa-desa binaan Imigrasi tidak terlepas dari sinergi dengan instansi terkait. Makanya, kata dia, pihaknya memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan tindak pidana perdagangan orang penyelundupan manusia dari sisi keimigrasian.
“Pimpasa memegang irisan dari ketiga instansi yang kami hadirkan dalam kegiatan pembekalan ini. Pimpasa juga bersifat sebagai early warning system, di mana petugas mengumpulkan informasi berupa masukan dan pertanyaan yang diperoleh dari masyarakat terkait isu keimigrasian,” jelas dia.
Selain itu, Perwira Menengah (Pamen) Bareskrim Polri, AKP Roy Suganda Putra Sinurat mengungkap faktor-faktor penyebab TPPO di Indonesia, seperti faktor ekonomi, geografis, hingga sosial-budaya. Kata dia, penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2023.
Menurut dia, rendahnya kesadaran masyarakat, penggunaan akun palsu untuk perekrutan online, serta perbedaan persepsi hukum antar negara menjadi tantangan utama dalam menangani TPPO. Tentu, kata dia, strategi yang diterapkan Polri untuk menanggulangi TPPO mencakup sosialisasi dan peningkatan patroli di daerah rawan kejahatan.
“TPPO mencakup unsur proses, cara, dan tujuan eksploitasi, yang bisa meliputi perekrutan, pengangkutan, dan pemanfaatan korban untuk berbagai bentuk eksploitasi seperti praktik prostitusi, kerja paksa hingga perdagangan organ tubuh,” ungkapnya.