Muhammadiyah: Sebelum Menikahi Khadijah, Nabi Muhammad SAW Bukan Pengangguran

Desain Peringatan Maulid Nabi Muhammad Oleh Ahmad Alfariqi
Sumber :
  • vstory

Jakarta, VIVA – Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1 Suswono melontarkan pernyataan kontroversial yang menyarankan agar janda kaya menikahi pria pengangguran hingga dikaitkan dengan pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Siti Khadijah RA, yang notabene seorang janda. 

Pernyataan Suswono itu disampaikan saat menghadiri deklarasi ormas pendukungnya Bang Japar yang digelar anggota DPD RI Fahira Idris, 26 Oktober 2024.

Awalnya, Suswono menyampaikan akan melanjutkan program-program gubernur sebelumnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, akan ditambah dua kartu, untuk anak yatim dan janda miskin.

Suswono menekankan perhatian pemerintah Jakarta kedepannya untuk janda miskin, bukan janda kaya. Dari situ, ia berkelakar jangan sampai janda kaya minta kartu bantuan. 

Ia bahkan menyarankan agar janda kaya menikahi pemuda pengangguran. Sembari mengutip cerita Siti Khadijah RA -- seorang janda konglomerat menikahi Nabi Muhammad SAW yang masih berusia 25, dan belum jadi seorang Nabi.  

Suswono Debat Kedua, Calon Gubernur dan Wakil DKI JAKARTA 2024

Photo :
  • Youtube KPU DKI

Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meluruskan pernyataan yang menyinggung kisah Siti Khadijah, janda kaya, yang menikahi Nabi Muhammad SAW yang masih muda.  

Menurut Muhammadiyah, bagi sebagian orang, beredar asumsi yang keliru bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pengangguran sebelum menikah dengan Khadijah. 

"Asumsi ini perlu diluruskan, karena jauh dari kenyataan. Nabi Muhammad Saw, sejak usia muda, telah aktif bekerja, bahkan menunjukkan karakter yang luar biasa yang kelak menjadi inspirasi bagi kita umatnya," dikutip laman Muhammadiyah, Senin, 28 Oktober 2024.

Seperti halnya para Nabi sebelum beliau, Muhammad Saw bekerja sebagai penggembala di Makkah, di daerah Bani Sa‘d. Beliau menggembala domba-domba di pegunungan, menjalani hari-harinya di alam terbuka, yang mengajarkan ketekunan, kesabaran, serta kedekatan dengan alam. 

Profesi ini memang sederhana, namun sangatlah penting dalam membentuk karakter beliau yang kuat dan penuh kasih sayang, sekaligus melatih tanggung jawab dan ketekunan.

Pada usia 25 tahun, Muhammad Saw mendapatkan kepercayaan dari seorang wanita terkemuka Makkah, Khadijah binti Khuwailid. Khadijah dikenal sebagai pengusaha yang sukses, dengan latar belakang keluarga pedagang kaya yang berhasil mempertahankan kekayaan serta pengaruh di masyarakat Quraisy.

Meski hidup di masyarakat yang patriarkal, Khadijah mampu mengelola dan memperluas bisnis keluarganya dengan cakap. Selain dikenal sebagai pengusaha sukses, Khadijah juga terkenal karena kemurahan hatinya dan kepeduliannya terhadap sesama. 

Beliau dijuluki “Putri Quraisy” dan “Sang Suci” karena kejujuran dan kedermawanannya.
  
Meski Khadijah tidak pernah turut serta dalam perjalanan dagang, ia mempercayakan bisnisnya pada para perwakilan yang diupah dengan imbalan tertentu. 

Pada tahun 595 M, ia membutuhkan seseorang untuk mewakili perdagangannya ke Suriah, dan nama Muhammad Saw direkomendasikan oleh Abu Thalib, paman beliau.

Nabi Muhammad Saw dikenal dengan julukan Al-Amin (yang tepercaya) dan Al-Shadiq (yang jujur), kualitas yang jarang ditemui di kalangan pedagang pada masa itu. 

Walaupun Muhammad Saw belum berpengalaman penuh, ia telah dua kali menemani Abu Thalib dalam perjalanan dagang, yang memberikan pengalaman awal tentang seluk-beluk perdagangan.

Saat ditawarkan, Muhammad Saw pun setuju untuk menjalankan tugas tersebut, dengan ditemani oleh Maisarah, pelayan Khadijah. Selama perjalanan itu, Maisarah menyaksikan banyak kepribadian luhur Nabi Muhammad Saw, yang membuatnya kagum.

Saat Muhammad Saw kembali ke Makkah, hasil usaha beliau memberi keuntungan lebih besar dari biasanya bagi Khadijah. Selain keuntungan, Khadijah juga mendengar cerita tentang ketulusan, kejujuran, dan kesantunan Muhammad Saw. Hal ini membuat Khadijah semakin tertarik untuk mengenalnya lebih jauh.

Khadijah akhirnya mengutus temannya, Nafisah, untuk menyampaikan minatnya untuk menikahi Muhammad Saw. Ketika kabar itu disampaikan, Muhammad Saw menerima tawaran tersebut dengan penuh suka cita. 
Pertemuan keluarga kemudian diadakan, dan Hamzah, paman Muhammad Saw, mewakili beliau untuk berbicara dengan Amr ibn Asad, paman Khadijah, guna menyepakati pernikahan.

Pernikahan antara Muhammad Saw dan Khadijah bukan hanya sekadar ikatan antara dua insan, namun menjadi fondasi penting dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw.

Khadijah menjadi pilar yang senantiasa mendampingi dan mendukung beliau, terutama ketika masa-masa kenabian datang, menghadapi tantangan berat dari masyarakatnya.

Saat Khadijah wafat, Nabi Saw merasakan kesedihan yang mendalam karena kehilangan seorang istri yang luar biasa, penuh cinta, dan tak tergantikan. Dukungan Khadijah sangat berperan dalam kesuksesan dakwah beliau, terutama pada masa awal perjuangan Islam yang penuh tantangan.

Kisah hidup Nabi Muhammad Saw sebelum masa kenabian ini mengajarkan pada kita tentang pentingnya akhlak mulia, seperti kejujuran dan amanah, terutama dalam dunia bisnis. 

Kejujuran dan integritas yang beliau tunjukkan dalam pekerjaan menempatkan beliau dalam kedudukan tinggi di mata masyarakat Makkah dan menjadi contoh hingga sekarang.

Dengan demikian, jelas bahwa anggapan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang pengangguran sebelum menikah dengan Khadijah adalah keliru. 
Sebaliknya, beliau adalah seorang pekerja keras yang menunjukkan karakter mulia melalui profesinya, serta berhasil membangun reputasi sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya.