Suara Aktivis: 6 Tersangka, Upaya Aparat Bungkam Gerakan Mahasiswa di Lombok
- VIVA.co.id/Satria Zulfikar (Mataram)
Lombok, VIVA – Sebanyak enam mahasiswa telah ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat atas tuduhan merusak gerbang Kantor DPRD NTB saat aksi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas Pilkada pada 23 Agustus 2024 lalu.
“Sementara yang ditetapkan enam orang tersangka,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat.
Surat penetapan tersangka diterima mahasiswa pada Rabu, 15 Oktober 2024 kemarin dan pemanggilan pertama dalam status sebagai tersangka pada Jumat besok.
Puluhan mahasiswa dilaporkan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD NTB atas tuduhan merusak gerbang saat demo. Namun yang ditemukan di lapangan justru hanya engsel gerbang yang rusak saat aksi mahasiswa.
Enam mahasiswa yang ditetapkan tersangka adalah Hazrul Falah, Muh Alfarid, Mavi Adiek, Rifqi Rahman, Kharisman Samsul dan Deny Ikhwan. Mereka merupakan lima mahasiswa dari Universitas Mataram (Unram) dan satu mahasiswa dari Institut Studi Islam Sunan Doe Lombok Timur.
Intimidasi Aparat
Pasca penetapan tersangka, pada Rabu sore kemarin puluhan mahasiswa menggelar teknik lapangan (Teklap) untuk menentukan sikap merespon penetapan tersangka tersebut. Teklap digelar di halaman Rektorat Unram.
Namun dalam pertemuan tersebut, tidak hanya dihadiri mahasiswa tetapi juga beberapa intel dari aparat.
“Dari kepolisian termasuk intel-intel ini sudah masuk ke lingkungan kampus, ketika kami Teklap kemarin, kami berupaya untuk mengusir dan Alhamdulillah kami usir,” kata Koordum Aksi, Yudiatna, Rabu, 16 Oktober 2024.
Namun aksi para intel tidak berhenti di situ. Pagi tadi saat mahasiswa hendak aksi, sejumlah intel berada di lingkungan kampus memperhatikan mahasiswa.
“Tetapi pagi tadi dari jam 7 sudah menunggu intel-intel ini,” ujarnya.
Demo mahasiswa hari ini bertepatan dengan pelantikan Pimpinan DPRD NTB terpilih yang digelar pagi tadi. Namun mahasiswa yang hendak demo pagi tadi mengalami kesulitan untuk menyewa mobil komando (Mokom) untuk mengangkut peralatan pengeras suara.
Mahasiswa mencoba menyewa mobil di langganan penyewaan mobil. Penyewa bersedia untuk menyewakan mobil tersebut. Namun beberapa saat berubah pikiran. Ini terjadi empat kali di lokasi penyewaan yang berbeda. Sehingga demo yang dijadwalkan pagi tadi terpaksa molor digelar hingga siang hari.
“Tim penanggungjawab mobil merasa sudah disabotasi rasanya. Artinya Mokom yang biasa kami pakai tidak berani mengiyakan (menyewakan) kami. Ada empat Mokom kami coba sewa, tapi tidak menemui hasil,” ujar Yudiatna.
Upaya intimidasi tidak berhenti sampai di situ. Saat mahasiswa menggelar aksi, oknum polisi dari mobil pengeras suara milik polisi memperingati mahasiswa untuk tidak berbuat keributan dengan ancaman akan difoto dan dividiokan untuk proses hukum.
“Saya minta kondusif ya massa aksi. Kami sudah siapkan untuk foto dan video jika tidak kondusif. Kita akan proses hukum,” katanya.
Terlihat juga dua anggota polisi tengah sibuk merekam mahasiswa yang berupaya masuk menerobos barisan polisi.
Petugas kepolisian yang membawa kamera menanti momen saat mahasiswa bergerak maju. Polisi-polisi itu kemudian merekam jika mahasiswa mulai bergerak maju ke depan, diduga untuk menanti momen keributan.
“Jangan terprovokasi ya massa aksi, jangan ikut Korlap Kordum kalian,” ujar polisi melalui pengeras suara.
Aksi solidaritas mahasiswa hari ini terhadap enam rekan mereka yang ditetapkan tersangka, tidak menemukan jawaban kongkrit dari DPRD NTB. Dua Anggota DPRD NTB yang menemui mahasiswa adalah Hamdan Kasim dari Fraksi Golkar dan Ali Al-khairi dari Partai Gerindra.
Tuntutan mahasiswa adalah DPRD NTB mencabut laporan terhadap mahasiswa, namun jawaban perwakilan hanya akan melakukan rapat dengan Forkopimda dalam menanggapi kasus mahasiswa tersebut.
“Kami tidak punya kewenangan intervensi proses hukum, tapi dalam waktu dekat ibu ketua DPRD berkoordinasi atau mengambil fungsi sebagai fasilitator mediator untuk bertemu Forkopimda terkait dalam membahas masalah ini,” ujar Ali Al-Khairi.
Ditanya mengapa harus membahas bersama Forkopimda, karena kasus tersebut merupakan laporan personal dewan, Ali tidak menjawab secara lugas.
“Ada pertimbangan sendiri terkait soal itu dan tentu apa yang sudah disampaikan ibu ketua dalam rapat paripurna tadi berkomitmen dalam dua hari berkumpul dengan Forkopimda,” ujarnya.
Terkait upaya pencabutan laporan juga belum dapat dipastikan. “Nanti itu jadi hasil diskusi dengan Forkopimda, salah satu diskusinya soal itu,” ujarnya.
Sementara Hamdan Kasim yang juga merupakan mantan aktivis mengaku akan meneruskan aspirasi mahasiswa.
“Ini buktinya kita menerima aspirasi mahasiswa,” ujarnya.