Kronologi Pertemuan Alexander Marwata dengan Eko Darmanto Berujung Pemeriksaan Polisi

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya akan melakukan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata terkait kasus pertemuan dengan terdakwa korupsi dan pencucian uang Eko Darmanto, pada Jumat, 11 Oktober 2024. 

Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan surat undangan klarifikasi telah dikirimkan penyidik kepada Alex pada Selasa 8 Oktober 2024.

"Agenda permintaan keterangan atau klarifikasi terhadap saudara Alex Marwata telah dijadwalkan pada hari Jumat, tanggal 11 Oktober 2024 pukul 09.00 WIB di ruang pemeriksaan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya (lantai 1 gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya)," kata Ade Safri dalam keterangannya.

Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak

Photo :
  • VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon

Perkara ini ramai ketika muncul kasus Eko Darmanto soal flexing atau pamer harta kekayaan yang viral pada sekitar bulan Februari-Maret 2023. Dirjen Bea Cukai pun telah mengumumkan bahwa Eko Darmanto dicopot dari jabatannya karena melakukan flexing terhitung mulai tanggal 2 Maret 2023, silam. 

Pararel dengan proses internal di Ditjen Bea Cukai, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mengingat ketika itu, profil LHKPN tidak sesuai dengan gaya hidup mewah dari foto-foto flexing yang beredar. 

Dalam hal ini, Eko Darmanto dipanggil oleh KPK untuk melakukan klarifikasi pada 7 Maret 2023. Total Harta kekayaan Eko Darmanto sesuai LHKPN per Februari 2022 mencapai Rp15,7 Miliar. 

Terkait hal tersebut, Alex Marwata telah mengakui bertemu dengan Eko Darmanto pada 9 Maret 2023 dengan didampingi staf dan atas sepengetahuan atasan. 

“Pertemuan didampingi dua orang staf dan sepengetahuan pimpinan lainnya,” kata Alex melalui keterangan tertulis, Minggu, 29 September 2024.

Disisi lain, berdasarkan informasi yang dihimpun, pertemuan itu awalnya berdasarkan inisiatif dari eko Darmanto. Ia mencari perlindungan karena sedang ramai kasus flexing yang dihadapi oleh Rafael Alun. Pertemuan keduanya pun disepakati ketika menjalani klarifikasi LHKPN di KPK. 

Dan pada akhirnya, dua orang yang merupakan lulusan STAN itu bertemu di Gedung KPK, yang dimana Eko melalui pintu belakang serta bisa mengakses Lift Pimpinan lembaga antirasuah. 

Pertemuan yang direncanakan usai klarifikasi lHKPN Eko Darmanto ini ternyata untuk membentuk isu hanya sekadar ingin mengonfirmasi proses itu. Menurut pembelaan Alexander Marwata, pertemuan tersebut terjadi sebelum KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dan Penyidikan.

Ia mengatakan bahwa tujuan pertemuan tersebut untuk melaporkan penyalahgunaan kewenangan atau kasus korupsi di tubuh Bea Cukai terkait dengan importasi emas, Hp, dan besi baja. Namun, Alex seakan tak mengindahkan Eko Darmanto yang berpotensi menjadi pihak yang berperkara di KPK.

Setelah pertemuan di gedung KPK, Alexander Marwata dan Eko Darmanto terus berkomunikasi hingga menjelang penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Belakangan, Eko Darmanto ditetapkan sebagai tersangka sejak tanggal 18 Desember 2023 terkait dugaan gratifikasi dan tanggal 18 April 2024 terkait pencucian uang sekitar Rp37,7 Miliar dari para pengusaha impor ataupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga pengusaha barang kena cukai. 

Eko Darmanto diketahui telah menerima gratifikasi sejak tahun 2009 hingga tahun 2023 melalui transfer rekening bank keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi.

Dalam hal ini, larangan pertemuan dengan pihak yang berpotensi berperkara telah diatur dalam Pasal 36 Jo Pasal 65 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun bunyi Pasal 36 yakni; 

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: 

a. Mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun; 

Pasal 65 

Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.