Usut Kasus Perundungan Dokter Aulia Risma, Polisi Periksa 34 Saksi Termasuk Ketua Angkatan

Dokter Aulia Risma, mahasiswi PPDS anestesi Universitas Diponegoro (Undip).
Sumber :
  • Istimewa/VIVA Surya Aditiya

Semarang​, VIVA â€“ Kepolisian dari Polda Jawa Tengah (Jateng) terus menyelidiki kasus perundungan dokter Aulia Risma yang meninggal karena diduga alami perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Dalam mencari pelaku perundungan, Polda Jateng telah memeriksa para saksi sebanyak 34 saksi yang terdiri dari teman seangkatan korban di PPDS Undip Semarang dan Ketua Angkatan, serta bendahara.

"Sudah 34 saksi, antara lain teman seangkatan, ketua angkatan, serta para bendahara," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto di Semarang, Selasa 17 September 2024 dikutip dari Antara.

Pemeriksaan saksi itu, sambung Artanto, akan dianalisa dan disinkronkan satu dengan data-data yang diberikan oleh pelapor.

Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto.

Photo :
  • VIVA/Satria Zulfikar

Dalam proses penyelidikan, pihak Polda Jateng menegaskan akan fokus dan transparan dalam dinamika penyelidikan yang berjalan.

Ia juga memastikan bahwa kepolisian Jateng dalam mengusut kasus ini menjunjung asas praduga tak bersalah serta prinsip kehati-hatian dalam penyelidikan perkara dugaan perundungan di PPDS Undip.

Sebelumnya Pihak Universitas Diponegoro (Undip) dan Rumah Sakit (RS) Kariadi, Semarang akhirnya mengakui bahwa adanya praktik dan kasus perundungan atau bully di pelatihan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

"Kami mengaku bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis di internal kami terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dan berbagai hal," kata Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Yan Wisnu prajoko di Undip Semarang, Jumat, 13 September 2024 dikutip Antara.

Hal senada juga diungkapkan pihak RS Kariadi yang turut mengakui peristiwa perundungan yang terjadi di lembaga kesehatannya itu merupakan bentuk kealpaan.

"RS Kariadi sebagai wahana pendidikan turut bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi," kata Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Semarang, Mahabara Yang Putra.