Cerita Tahanan KPK Kalau Tak Bayar Iuran: Diisolasi, Makanan Telat hingga Tak Boleh Olahraga
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Jakarta, VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) turut menghadirkan Kiagus Emil Fahmy sebagai salah satu saksi yang dihadirkan dalam kasus pemungutan liar (pungli) di dalam Rutan KPK. Kiagus pun menceritakan terkait apa yang sempat dilihatnya, terutama terkait tahanan yang tak mau membayar iuran.
Jaksa mulanya menanyakan soal Kiagus pernah membayar iuran di dalam Rutan KPK atau tidak. Lantas, Kiagus yang berstatus sebagai saksi pun menjelaskan bahwa dirinya kerap membayar iuran karena akan mendapatkan perilaku tak mengenakan jika tidak membayar.
"Akhirnya saudara membayar tidak iuran bulanan?," ujar jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin 9 September 2024.
"Sebetulnya saya tidak mau membayar, saya tanya, 'kalau saya gak bayar apa sanksinya?' kemudian dijelaskan oleh Juli Amar, 'ya itu tetap nanti diisolasi lagi dan digembok diselot'," jawab Kiagus.
Kiagus merupakan salah satu tahanan dalam kasus korupsi Asuransi Jasindo itu, menuturkan bahwa jika seorang tahanan di Rutan KPK tidak membayar iuran maka dia tak boleh menunaikan ibadah.
"Kedua, tidak boleh berolahraga. ketiga, tidak boleh sembayang di masjid. keempat, makanan ya pasti terlambat, kita ga diurus lah," kata Kiagus.
Jaksa pun akhirnya menegaskan dengan membacakan BAP milik Kiagus yang tercatat nomor 11 poin A.
"Makan akan terlambat diberikan, salat tidak boleh di masjid, kamar tahanan saya akan selalu terkunci, tidak diberi waktu untuk olahraga, betul ya?," tanya Jaksa konfirmasi isi BAP Kiagus.
"Betul," timpal Kiagus.
Kiagus menjelaskan, yang menyampaikan hal tersebut merupakan Juli Amar Maruf yang pada saat itu menjabat sebagai korting.
Kemudian, Jaksa kemudian mencecar Kiagus soal dirinya pernah melihat perlakuan yang diterima tahanan yang tidak membayar 'setoran'.
"Saya melihat dengan mata kepala sendiri, malah ada satu ruangan di situ klinik itu tahanannya itu 8 atau 7 orang, dari Palembang kalau gak salah," kata Kiagus.
"Sadis ya?," tanya Jaksa.
"Ga manusiawi sekali itu," jawab Kiagus.
"Itu emang bener ga bayar itu Pak?," cecar Jaksa.
"Ga bayar," timpal Kiagus.
"Saudara tahu betul itu ya?," tanya Jaksa lagi.
"Tahu persis," jawab Kiagus meyakinkan.
Jaksa masih mencecar soal pengetahuan Kiagus terkait perlakuan yang diterima tahanan jika tidak membayar iuran. Menurutnya, mereka pun kesulitan untuk mendapatkan air minum.
"Yaitu satu kamar ini delapan orang begitu, mandi pun berebutan, minum pun kadang-kadang minta tolong saya 'Pak tolong ambilin aquanya'," kata Kiagus.
"Terkait dengan minum aja dibatasi Pak ya?," tanya Jaksa yang kemudian dibenarkan oleh Kiagus.
Adapun 15 orang mantan pegawai rutan KPK yang telah dijatuhi didakwaan yakni mantan Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta, dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022, Hengki. Kemudian eks petugas di Rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.
Jaksa menjelaskan bahwa pungli di rutan KPK dilakukan pada bulan Mei 2019 sampai dengan bulan Mei 2023. Eks pegawai rutan KPK melakukan pungli dinilai melanggar ketentuan dalam UU, Peraturan KPK, hingga Peraturan Dewas KPK.
"Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu para terdakwa selaku petugas Rutan KPK telah menyalahgunakan kekuasaannya atau kewenangannya terkait dengan penerimaan, penempatan, dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan tata tertib tahanan selama berada di dalam tahanan," kata jaksa.
"Yang bertentangan dengan Pasal 5 UU No 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan; Pasal 3, 4, dan Pasal 7 huruf i UU RI No 22 Tahun 2022 tentang Permasyarakatan; Pasal 3, Pasal 11, Pasal 24, dan Pasal 25 Peraturan KPK No 01 Tahun 2012 tentang Perawatan Tahanan pada Rumah Tahanan KPK; Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Etik Perilaku KPK," lanjutnya.
15 orang mantan pegawai rutan KPK dinilai sudah memperkaya diri sendiri dari pungli yang dilakukannya. Jaksa meyakini mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain," kata jaksa.
Adapun rincian keuntungan masing-masing terdakwa dalam kasus pungli di rutan KPK:
1. Deden Rochendi seluruhnya sejumlah Rp 399.500.000
2. Hengki seluruhnya sejumlah Rp 692.800.000
3. Ristanta seluruhnya sejumlah Rp 137.000.000
4. Eri Angga Permana seluruhnya sejumlah Rp 100.300.000
5. Sopian Hadi seluruhnya sejumlah Rp 322.000.000
6. Achmad Fauzi seluruhnya sejumlah Rp 19.000.000
7. Agung Nugroho seluruhnya sejumlah Rp 91.000.000
8. Ari Rahman Hakim seluruhnya sejumlah Rp 29.000.000
9. Muhammad Ridwan seluruhnya sejumlah Rp 160.500.000
10. Mahdi Aris seluruhnya sejumlah Rp 96.600.000
11. Suharlan seluruhnya sejumlah Rp 103.700.000
12. Ricky Rachmawanto seluruhnya sejumlah Rp 116.950.000
13. Wardoyo seluruhnya sejumlah Rp 72.600.000
14. Muhammad Abduh seluruhnya sejumlah Rp 94.500.000
15. Ramadhan Ubaidillah seluruhnya sejumlah Rp 135.500.000