Tak Ada di Berkas Kasus Korupsi Timah, Kejagung Bilang Brigjen Mukti Bisa Saja Dipanggil ke Sidang
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA - Meski nama Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mukti Juharsa tak ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus korupsi timah, masih ada kemungkinan Mukti bisa dihadirkan ke persidangan.
"Persidangan ini masih berproses, tentu majelis hakim yang menentukan sejauhmana urgensinya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Selasa, 27 Agustus 2024.
Kata Harli Mukti berkemungkinan Brigjen Mukti dipanggil jika hakim meminta. Hal itu merujuk Pasal 152 dan 160 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
"Majelis Hakim dapat memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi tambahan dalam pembuktian. (Vide Pasal 152, 160 KUHAP)," katanya.
Sebelumnya diberitakan, mantan General Manager PT Timah Tbk Ahmad Samhadi turut mengungkapkan bahwa ada keterlibatan Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa. Tetapi, ia menyebutkan bahwa keterlibatan Mukti Juharsa dilakukan dalam kasus korupsi timah ini ketika dirinya masih berpangkat Komisaris Besar (Kombes).
Hal itu diungkapkan Samhadi saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Ahmad mengatakan bahwa keterlibatan Mukti Juharsa ini yakni menjadi seorang admin grup WhatsApp bernama ‘New Smelter’, yang dibuat untuk PT Timah berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan smelter dalam penambangan bijih timah secara ilegal.
"Adminnya setahu saya, Kombes Mukti, Polda Kepulauan Bangka Belitung,” ujar Ahmad Samhadi di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 22 Agustus 2024.
Ahmad menyebut bahwa mulanya tak kenal dengan Harvey Moise sebagai perwakilan dari PT Renfind Bangka Tin. Namun, setelah masuk dalam grup tersebjt dirinya baru kenal dengan Harvey Moeis.
"Dari forum para pemilik smelter itu dibuatlah group WhatsApp," kata dia.
Lebih lanjut, Ahmad menyebut bahwa dalam group tersebut terdiri dari 25 sampai 30 orang yang terdiri dari 20 hingga 22 smelter serta dua orang dari kepolisian.