Lukisan Denny JA Sambut Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Kritikus seni rupa senior, dan penulis puluhan buku soal budaya dan seni, Agus Dermawan T menulis review soal 10 lukisan Denny JA, yang dibuat secara khusus menyambut kedatangan Paus Fransiskus ke Jakarta.
Sepuluh lukisan Denny JA itu akan digelar di Galeri Nasional, 2-4 September 2024, dalam Festival Toleransi, yang diselenggarakan oleh ICRP.
Khusus untuk pameran lukisan Denny JA dan lombanya, ICRP bekerja sama dengan Esoterika, Forum Spiritual.
Menurut Agus, Denny JA tokoh keberagaman yang juga pendiri Lingkaran Survei Indonesia telah menjadi pelukis Indonesia pertama yang menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) secara total dalam proses penciptaan karyanya.
Pendekatan inovatif Denny JA dalam seni lukis, katanya merupakan terobosan baru di Indonesia.
"Walaupun Denny JA adalah seorang Muslim, komitmennya terhadap keberagaman dan dialog antaragama membuatnya memilih cara unik untuk menyambut Paus melalui karya seni lukisan," kata Agus dalam keterangannya, Minggu 25 Agustus 2024.
Ada lima dari sepuluh lukisan Denny JA menggambarkan imajinasinya tentang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia. Karya-karya ini mengusung tema besar keberagaman, persatuan, dan harapan.
Salah satu lukisan menggambarkan dua wanita berkerudung yang bersimpuh di hadapan Paus, sementara seorang kakek duduk di kursi roda yang didorong oleh seorang nenek tua.
Mereka dikelilingi oleh orang-orang yang bersukacita di halaman pesantren, menampilkan suasana kebersamaan dalam perbedaan.
Lukisan lainnya memperlihatkan Paus Fransiskus merengkuh seorang anak dengan penuh khusyuk, dikelilingi oleh anak-anak lain yang berdoa dengan riang.
Di latar belakang, sebuah masjid megah berdiri, menekankan pentingnya persatuan antaragama sebagai sumber kebahagiaan dan harapan.
Ada juga lukisan yang menampilkan Paus menyambut para ulama dan umat berbagai agama di halaman sebuah gereja. Paus memberikan salam hormat kepada mereka, menciptakan suasana penuh kebahagiaan yang mencerminkan dialog antaragama yang harmonis.
Selain itu, Denny JA juga menampilkan lukisan berjudul 'Paus Mencuci Kaki Rakyat Indonesia', yang menggambarkan Paus membasuh kaki seorang pemuda di tepi sungai.
Lukisan ini menunjukkan sikap kerendahan hati dan kesetaraan, yang diwujudkan melalui tindakan simbolis tersebut.
Variasi lain dari lukisan ini menggambarkan Paus membasuh kaki seorang penganut Hindu dan seorang Muslim, menegaskan pesan universalitas dalam keberagaman.
Dalam karya-karyanya, Denny JA menggunakan teknologi AI untuk menciptakan komposisi visual yang kompleks, namun ia juga menambahkan sentuhan manual seperti sapuan kuas untuk memberikan dimensi emosional dan personal pada lukisannya.
"Hal ini membuat karya-karya tersebut memiliki karakteristik unik yang memadukan inovasi teknologi dengan sensitivitas seniman," ucapnya.
Menurut Agus, Denny JA telah menciptakan sebuah bentuk seni baru yang tidak hanya relevan dengan konteks sosial saat ini, tetapi juga menjadi pionir dalam penggunaan AI dalam seni lukis di Indonesia.
Keberanian Denny JA untuk secara terbuka mengakui dan memanfaatkan teknologi AI dalam proses kreatifnya menjadikannya berbeda dari banyak seniman lain yang cenderung menyembunyikan penggunaan teknologi dalam karya mereka.
"Denny JA tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan sosial dan spiritual yang kuat melalui karyanya," katanya.
Pameran ini menunjukkan bahwa seni dapat menjadi sarana untuk menyatukan perbedaan dan menyebarkan harapan.
Agus menilai bahwa Denny JA telah berhasil menyatukan seni dan teknologi untuk menciptakan "lukisan masa depan," yang tidak hanya mencerminkan kondisi sosial saat ini tetapi juga berfungsi sebagai antena sosial, sebagaimana dikatakan oleh Marshall McLuhan bahwa seniman adalah "antenna of society."