4 Poin Pernyataan Aktivis 98 dan Akademisi saat Aksi di Gedung MK
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Jakarta, VIVA – Aktivis 98, akademisi, dan civil society mengatakan bahwa sepanjang lima tahun terakhir ini, rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah membuat demokrasi Indonesia semakin suram.
"Berbagai penelitian oleh para ilmuwan telah dengan terang memiliki kesimpulan yang sama bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, bahkan sendi-sendi demokrasi telah dirobek-robek oleh kekuasaan," menurut pernyataan mereka bersama, pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Sejumlah peristiwa empiris telah menunjukkan kebenaran kesimpulan itu melalui praktik kekuasaan yang disebut oleh sejumlah ilmuwan sebagai autocratic legalism.
"Di antara peristiwa empiris tersebut adalah revisi UU KPK tahun 2019, pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja tahun 2020, dan putusan Mahkamah Konstitusi No. 90 tahun 2023, yang memberikan karpet merah demi untuk putra mahkota," ungkap mereka.
Sejumlah represi juga diduga dilakukan terhadap akademisi, mahasiswa, aktivis demokrasi, buruh, petani dan terhadap aktivis lingkungan dan lainnya.
"Persoalan pelanggaran HAM juga tidak dituntaskan, bahkan banyak peristiwa pelanggaran HAM baru terjadi, praktik merusak pemilu melalui cawe-cawe pada pemilu Februari 2024 lalu juga terjadi. Beberapa bulan lalu bahkan keluar putusan MA No.23/P/HUM/2024 soal batas usia calon kepala daerah yang juga terlihat untuk karpet merah adik putra mahkota."
Kini, Badan Legislatif DPR lebih mengakomodir putusan MA itu dibanding putusan MK No.60 dan No.70 tahun 2024 yang lebih demokratis dan Konstitusional. DPR dianggap telah menjadi alat kekuasaan untuk membegal putusan MK yang konstitusional. Ini merupakan tragedi pembegalan konstitusi.
Oleh karena itu, para guru besar, akademisi, aktivis pro-demokrasi, civil society, dan aktivis ’98 menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Telah terjadi pelanggaran secara sistemis terhadap konstitusi UUD 1945 oleh penguasa yang telah menjalankan kekuasaan secara autocratic legalism dan korup.
2. Memberikan dukungan kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pro demokrasi, baik putusan Nomor 60 maupun putusan Nomor 70 tahun 2024.
3. Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi harus berdiri tegak untuk menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan demokrasi.
4. Kami rakyat siap terus bergerak demi untuk menyelamatkan demokrasi, menyelamatkan rakyat banyak dan menyelamatkan republik Indonesia.
Sebagai informasi, akademis dan para aktivis kompak meneriakkan keresahan mereka terkait Revisi Undang-undang (RUU) Pilkada, yang nantinya akan disahkan oleh Baleg DPR, di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Mereka memekkikan slogan "selamatkan demokrasi".
"Selamatkan demokrasi. Selamatkan konstitusi. Turunkan Jokowi," kata para aktivis dan akademis.
Menurut pantauan VIVA, gedung MK sudah dipenuhi massa sekitar pukul 09.30 WIB. Beberapa di antara mereka juga membawa spanduk yang bertuliskan "MK Itu Solusi Bukan Lu Lagi Lu Lagi."
Aksi ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Guru besar filsafat STF Driyarkara, Romo Franz Magnis Suseno, Pendiri SMRC, Saiful Mujani, Guru Besar Fisip UI, Valina Singka Subekti.
Selain itu, ada juga Mantan Ketua KPK Abraham Samad, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Pakar Tata Negara, Bivitri Susanti, Analisis sosial politik UNJ, Ubedilah Badrun, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, dan masih banyak lagi.