AS Hikam: PBNU Tidak Bisa Ambil Alih PKB

Mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), AS Hikam.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA - Mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), AS Hikam, memberikan tanggapan tegas terkait polemik yang terjadi antara PKB dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Menurut Hikam, meskipun PBNU memiliki hak untuk menilai PKB secara aspirasional dan historis, tetapi niat untuk mengambil alih PKB adalah sesuatu yang tidak dapat diterima.

"Kalau PBNU hanya menilai PKB berdasarkan aspirasi dan sejarah, itu tidak masalah. Masalahnya timbul ketika PBNU mengklaim bisa mengambil alih PKB atau mengganti struktur kepemimpinannya. Itu tidak mungkin terjadi," ujar Hikam kepada awak media di Jakarta Selatan, Rabu 21 Agustus 2024.

Mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa Muhammad A. S. Hikam saat memberikan keterangan pers di kawasan Cilandak, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.

Photo :
  • ANTARA/Rio Feisal

Hikam, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi di era Presiden Gus Dur, menegaskan bahwa upaya PBNU untuk mengambil alih PKB sama saja dengan mencoba mengintervensi urusan rumah tangga orang lain.

"Anda tentu tahu bagaimana konsekuensinya jika seseorang mencoba mengobok-obok rumah tangga orang lain secara tidak sah," ujarnya.

Namun, Hikam juga menekankan bahwa PBNU memiliki hak untuk menanyakan, mengklarifikasi, dan bahkan mempertanyakan kinerja PKB sebagai partai politik.

"PBNU berhak menanyakan atau mengklarifikasi berbagai hal terkait kinerja PKB, dan hasil dari investigasi atau pertanyaan tersebut harus disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB. PKB kemudian harus menjawabnya sesuai dengan mekanisme kelembagaan mereka," ujarnya.

Hikam kembali menegaskan bahwa upaya PBNU untuk mengambil alih PKB tidak dapat dibenarkan.

"Sama seperti PKB tidak bisa begitu saja meminta PBNU untuk diadakan Majelis Luar Biasa hanya karena tidak suka dengan PBNU. Itu tidak mungkin terjadi," ujarnya.

Ketegangan antara PBNU dan PKB semakin memuncak setelah Ketua Umum PKB, Abdul Muhaimin Iskandar atau yang dikenal dengan Cak Imin, tidak memenuhi undangan dari PBNU untuk berdialog dan memberikan keterangan terkait hubungan antara kedua lembaga tersebut pada Rabu 21 Agustus 2024.

Cak Imin seharusnya menghadiri pertemuan di Gedung PBNU di Jakarta Pusat pada pukul 12.30 WIB. 

Namun, setelah lebih dari satu jam menunggu, tim panel PBNU menyimpulkan bahwa Cak Imin tidak akan hadir.

Ketua PBNU sekaligus anggota Tim Panel Pansus PKB, Umarsyah, menyatakan bahwa ketidakhadiran Cak Imin menimbulkan banyak pertanyaan. 

"Sampai saat ini, tidak ada informasi sedikit pun mengenai apakah beliau akan hadir atau tidak. Setelah satu jam lebih kita menunggu, kita simpulkan bahwa Pak Muhaimin tidak hadir. Pertanyaannya adalah, kenapa tidak hadir?" kata Umarsyah saat konferensi pers di Gedung PBNU Jakarta Pusat.

Umarsyah mengungkapkan bahwa jika Cak Imin hadir, ada tiga isu utama yang akan dibahas. 

Pertama, terkait kewenangan Dewan Syuro PKB yang semakin hari semakin menipis dan bergeser ke tangan Ketua Umum DPP PKB. 

Kedua, masalah terkait dengan proses permusyawaratan di internal PKB. Ketiga, isu mengenai tata kelola organisasi yang dianggap semakin memprihatinkan.

Konflik antara PBNU dan PKB ini bukan hal yang baru, namun semakin mencuat ke permukaan dalam beberapa kesempatan, terutama saat tahapan Pilpres 2024 dan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR.

Perseteruan ini terlihat jelas melalui pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua PBNU, Gus Yahya, dan Ketua Umum PKB, Cak Imin, baik di media sosial maupun media massa.

Kini, Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk oleh PBNU untuk mendalami hubungan antara PBNU dan PKB telah mulai bekerja. 

Beberapa tokoh penting telah diundang, termasuk mantan Sekjen PKB, Muhammad Lukman Edy, serta Sekjen PKB, Hasanuddin Wahid, guna memberikan pandangan dan klarifikasi terkait isu yang sedang memanas ini.