MK Kabulkan Permohonan Mahasiswa UI, Kampanye Pilkada Boleh di Kampus

Ketua MK Suhartoyo (tengah), bersama hakim Arief Hidayat dan Saldi Isra di sidang perselisihan hasil Pileg 2024.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh permohonan dua mahasiswa dalam perkara pengujian pasal terkait larangan kampanye di perguruan tinggi atau kampus. Pemohon adalah dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI).

Aturan dimaksud yakni Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) terhadap Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). 

Gugatan tersebut diajukan oleh dua mahasiswa UI yakni Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. Sidang pengucapan Putusan Nomor 69/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan pada Selasa, 20 Aguatus 2024, di ruang sidang pleno MK.

MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. 

"Menyatakan frasa “tempat pendidikan," demikian norma Pasal 69 huruf i UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan. 

Ilustrasi/Peragaan kampanye saat pilkada

Photo :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pengecualian larangan kampanye di kampus dimaksudkan untuk memberikan kesempatan civitas akademika jadi lokomotif penyelenggaraan kampanye. 

Menurut MK, kampanye di kampus juga berarti membuka kesempatan kampanye dialogis secara lebih konstruktif di tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis.

Adapun dalam pertimbangan hukum yang disampaikan hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, menyatakan secara konstitusional, konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 tak hanya sekadar dibaca bahwa Pemilu  diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD tapi juga harus dimaknai di dalamnya pemilihan kepala daerah. P

Menurut Guntur, pemaknaan demikian menghendaki harmonisasi atau sinkronisasi pengaturan atau hukum pemilu untuk hal-hal yang memiliki kesamaan antara pemilu dan pilkada. Terkait itu, salah satu tahapan yang dapat dinilai punya kesamaan adalah penyelenggaraan kampanye.

“Apabila dibaca secara saksama pengaturan perihal larangan pada masa kampanye tersebut di atas, di antara larangan kampanye yang diatur dengan substansi yang dapat dinilai sama antara UU 1/2015 dan UU 7/2017 adanya larangan menggunakan tempat pendidikan," lanjut Guntur.
 
"Namun demikian, berkenaan dengan larangan menggunakan tempat pendidikan yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan bagi tempat Pendidikan,” ujar Guntur.