KPK Blak-blakan Alasan SP3 Kasus Korupsi Surya Darmadi
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terkait dengan kasus korupsi berupa suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014, dengan tersangka Surya Darmadi. Ternyata hal ini yang membikin KPK menerbitkan SP3 di kasus Surya Darmadi.
"Hal ini merupakan konsekuensi logis dari putusan PK (peninjauan kembali) dari salah satu terdakwa saudara ST (Suheri Terta) yang dikabulkan. Di mana hakim memutuskan saudara ST ini bebas," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Rabu 14 Agustus 2024.
Tessa menyebutkan bahwa setelah MA mengabulkan PK yang diajukan oleh anak buah Surya Darmadi, lantas KPK justru tak bisa bertindak kembali.
"Jadi, akibat dari putusan hakim tersebut, PK tersebut sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan KPK," kata Tessa.
"Atas putusan bebas dari saudara ST, tindak lanjutnya adalah KPK mengeluarkan keputusan pimpinan untuk menghentikan proses penyidikan untuk saudara SD," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) telah resmi mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh kaki tangan Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi. Adapun anak buah Surya Darmadi itu yakni Suheri Terta.
Setelah MA mengabulkan PK dari Suheri Terta, artinya kini dia bebas dari tahanan dari kasus pengajuan revisi alih fungsi lahan hutan ke Kementerian Kehutanan.
Suheri merupakan Manager Legal PT Duta Palma. Suheri sebelumnya telah didakwa bersama-sama menyuap Gubernur Riau pada 2014, Annas Maamun.
Suheri diketahui telah mendapatkan vonis bebas dalam kasus tersebut sejak 9 September 2020 oleh Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru. Setelahnya, KPK pun langsung mengajukan kasasi ke MA karena bersikeras Suheri tetap bersalah.
MA kemudian menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Suheri pada 30 Maret 2021.
“Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi,” bunyi putusan kasasi.
Setelahnya, Suheri masih tak terima hingga kemudian mengajukan PK ke MA. Adapun novum atau bukti baru yang diajukan dalam PK tersebut yakni keterangan Annas Maamun yang menderita berbagai penyakit yaitu pelupa atau sindroma geriatri jenis dimensia yang dinilai sangat berpengaruh terhadap ingatannya.
Lantas, novum dari Suheri mengatakan pihaknya ragu dengan keterangan Annas karena bisa tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.
"Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali yang dikemukakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dengan dalil ditemukannya Bukti PPK-1, Bukti PPK-2 dan Bukti PPK-3 terkait dengan kondisi kesehatan Saksi Annas Maamun sebagai suatu keadaan yang baru, padahal dalam persidangan yaitu dalam Nota Pembelaan/Pleidoi Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah disampaikan mengenai kondisi kesehatan Saksi Annas Maamun adalah pikun, pelupa dan sakit-sakitan, sehingga keterangan yang diberikan oleh Saksi Annas Maamun tidak bersifat menentukan karena itu bukan merupakan novum sebagaimana ketentuan Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP," bunyi pertimbangan amar putusan PK dari MA dikutip Selasa 13 Agustus 2024.
Selain itu, Suheri juga turut mengajukan sejumlah novum diantaranya keterangan saksi lain. Novum itu juga sedikit menjelaskan rangkaian kasus alih fungsi hutan di Riau.
"Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di atas, maka putusan judex juris yang dimohonkan pemeriksaan peninjauan kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sudah tepat dan benar dalam menyatakan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dalam perkara suap perizinan pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada Tahun 2014 tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ucapnya.
Maka dari itu, MA pun mengabulkan PK yang diajukan oleh Suheri. Dalam kasus korupsi ini, Suheri dinyatakan secara sah tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan alternatif pertama atau alternatif kedua jaksa.