Kontroversi PP Kesehatan soal Penyediaan Kondom untuk Pelajar, DPR: Potensi Memicu Seks Bebas
- yourtango.com
Jakarta, VIVA – DPR RI menyoroti aturan baru yang diterbitkan Pemerintah terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Kebijakan itu dikhawatikan berpotensi menimbulkan persepsi ‘pelegalan’ terhadap aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah.
Aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. PP tersebut diteken Jokowi pada Jumat, 26 Juli 2024.
Aturan ini terkait upaya kesehatan reproduksi yang salah satunya melalui upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup.
Adapun pasal dan ayat yang mengundang kontroversi adalah dalam Pasal 103 Ayat (4) yang berbunyi :"pada ayat (1) paling sedikit meliputi: (a) deteksi dini penyakit atau skrining; (b) pengobatan; (c) rehabilitasi; (d) konseling; dan (e) penyediaan alat kontrasepsi,"
Menanggapi PP tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi PKB Luqman Hakim menilai pemberian alat kontrasepsi seperti kondom dapat memicu seks bebas di kalangan remaja dan pelajar.
“Pelaksanaan aturan tentang kesehatan reproduksi remaja harus dipastikan jangan menjadi pintu bagi seks bebas di kalangan remaja,” kata Luqman, Senin 5 Agustus 2024.
Dia mengkhawatirkan langkah pemerintah itu malah mempromosikan pemikiran bahwa hubungan seksual di usia muda adalah hal yang dapat diterima.
“Asalkan dilakukan dengan penggunaan kontrasepsi, tanpa memberikan cukup penekanan pada risiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur,” jelas Luqman.
Luqman menjelaskan, upaya sistem reproduksi sesuai siklus hidup khusus untuk anak usia sekolah atau remaja, tidak termasuk dengan penyediaan alat kontrasepsi.
Selain dapat menimbulkan kesalahan persepsi tentang hubungan seksual, menurut Luqman, aturan tersebut tidak sejalan dengan norma-norma agama dan susila di Indonesia.
"Karena itu, aspek edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja harus menjadi prioritas utama dibandingkan pemberian alat-alat kontrasepsi," tegas Luqman.
Menurutnya menyediakan alat kontrasepsi tidak cukup untuk mengatasi tantangan kesehatan reproduksi remaja, maka pendidikan seksual dinilai menjadi upaya yang lebih baik ketimbang penyediaan alat kontrasepsi yang seolah melegalkan hubungan seks remaja.
Oleh karena itu, Komisi VIII DPR meminta Pemerintah untuk mempertimbangkan dengan seksama dampak jangka panjang dari kebijakan ini dan memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar bertujuan untuk kesejahteraan remaja.
Luqman pun mewanti-wanti, jangan sampai program ini disetir oleh kepentingan bisnis produsen alat kontrasepsi semata.