Soetikno Soedarjo Divonis Bebas di Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
Jakarta, VIVA – Terdakwa Soetikno Soedarjotelah divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, dalam kasus korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai PT Garuda Indonesia.
Hakim menilai bahwa Soetikno tidak terbukti melakukan korupsi tersebut. Maka itu, mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi itu harus dibebaskan.
"Menyatakan terdakwa Soetikno Soedarjo tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan subsider penuntut umum," ujar hakim ketua Rianto Adam Pontoh di ruang sidang, Rabu 31 Juli 2024.
Setelah itu, hakim meminta hak-hak Soetikno dipulihkan martabatnya, kemampuan, kedudukan, serta harkat.
"Memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," ucap hakim.
Jaksa sebelumnya padahal telah menuntut Soetikno dengan pidana penjara selam enam tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Soetikno juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah US$1.666.667,46 (setara Rp27.327.672.132 berdasarkan kurs 27 Juni 2024) dan EUR4.344.363,19 (setara Rp76.178.908.151 berdasarkan kurs 27 Juni 2024) subsider tiga tahun penjara.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar telah dijatuhi vonis atau putusan lima tahun penjara terkait dengan kasus korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sejumlah Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar hakim ketua Rianto Adam Pontoh di ruang sidang, Rabu 31 Juli 2024.
Hakim menilai Emirsyah Satar secara sah bersalah dalam kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda. Emirsyah diyakini bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hakim pun juga menjatuhi hukuman tambahan kepada Emirsyah Satar berupa uang pengganti sebanyak US$86.367.019 subsider dua tahun penjara.
Kemudian, adapun sejumlah hal yang memberatkan untuk Emirsyah Satar salah satunya yakni bertugas sebagai direktur utama BUMN tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat UU 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Hal meringankan untuk Emirsyah Satar yakni salah satunya sedang menjalani pidana penjara terkait dengan perkara tindak pidana korupsi. Sepanjang pengamatan majelis hakim, Emirsyah dinilai bersikap sopan selama persidangan.
Setelah itu, Emirsyah Satar bersama dengan jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.
Adapun vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang ingin Emirsyah dihukum dengan pidana delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan ditambah uang pengganti US$86.367.019 subsider empat tahun penjara.