Jadi Tersangka Dugaan Pelanggaran ITE, Anandira Puspita Minta Ini ke Polri
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta – Sosok Anandira Puspita Sari sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam dugaan kasus pelanggaran UU ITE. Tapi, Anandira justru meminta kepada Bareskrim Polri melakukan gelar perkara khusus dalam dugaan kasusnya.
Hal itu disampaikan langsung oleh kuasa hukum Anandira, Hendarsam Marantoko ketika jumpa pers bersama awak media di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada Jumat 26 Juli 2024.
Anandira diketahui menjadi tersangka dalam dugaan pelanggaran UU ITE usai melaporkan dugaan perselingkuhan suaminya yang diduga merupakan Anggota TNI bernama Lettu Agam.
Hendarsam mengatakan, pihaknya telah mengajukan surat permohonan gelar perkara khusus ke Karowassidik Bareskrim Polri pada 24 Juli 2024.
"Adapun dasar dan alasan permohonan a quo karena diduga terdapat fakta-fakta hukum yang tidak dipertimbangkan secara objektif dan menyeluruh oleh penyidik Reskrim Polresta Denpasar atas penetapan tersangka saudari Anandira," ujar Hendarsam di lokasi.
Hendarsam mengatakan bahwa ada sejumlah kejanggalan dalam kasus yang tengah dihadapi Anandira. Sebab, Anandira sempat ditangkap kepolisian pada saat malam lebaran.
"Pada saat dilakukan penangkapan terhadap dia, dilakukan di malam lebaran. Artinya seperti tidak ada hari lain aja. Akhirnya kita bertanya-tanya, apakah penyidik atau polisi itu pengen supaya dia lebarannya di penjara atau tidak? Kan gitu," kata dia.
Ia juga mempertanyakan pemeriksaan Anandira yang memiliki anak balita dan masih menyusui dilakukan selama 15 jam.
"Seorang ibu, punya balita, dan sedang menyusui. Apakah SOP pihak kepolisian Denpasar seperti itu sampai jam 2 pagi?" ucap Hendarsam.
Di sisi lain, Hendarsam menyebut kliennya sudah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Maka beliau tidak boleh berbicara ke publik karena sudah dilindungi LPSK. Dan LPSK sudah memberikan surat rekomendasi kepada Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar yang isinya bahwa sesuai dengan Pasal 10 UU LPSK, seorang korban dari kekerasan tindak pidana KDRT, tidak boleh dituntut secara pidana," kata Hendarsam.