KPK Bakal Jerat Pidana Manajemen Rumah Sakit yang Bikin Klaim BPJS Fiktif
- ANTARA FOTO
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi telah menemukan adanya klaim fiktif hingga merugikan negara. Klaim fiktif itu berupa pemberian BPJS Kesehatan, yang dilakukan oleh sejumlah rumah sakit.
KPK menegaskan tidak segan menjerat pidana pihak manajemen rumah sakit tersebut yang ketahuan melakukan klaim fiktif.
"Jangan dipikir selama ini lolos dia pikir ini bisa, kita bilang, ini kelas rumah sakit di Sumatra Utara, di kabupaten, sudah berani begini, kita enggak tahu yang lain kayak apa, mungkin lebih canggih," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan kepada wartawan, dikutip Kamis 25 Juli 2024.
Pahala menjelaskan, bahwa klaim fiktif itu hanyalah sebuah akal-akalan yang dilakukan oleh pihak manajemen RS. Ia menuturkan, dugaan fraud terkait klaim dari RS itu ditemukan KPK saat melakukan audit bersama BPJS.
"Biasanya pemilik, pokoknya dirut, pokoknya top management, dan beberapa oknum dokter," kata dia.
"Sudah, semua, sebenarnya dari audit analisis BPJS plus kita ke lapangan, pulbaket waktu itu. Jadi sudah digambar semua, siapa perannya apa, sudah jelas," lanjutnya.
Kerugian negaranya, kata Pahala, masih belum ditemukan secara total. Tapi, fraud tersebut terjadi di rumah sakit wilayah Jawa Tengah dan Sumatra Utara.
"Ya tembuslah (kerugian negara triliunan rupiah). Kalau kita rujuk Amerika 3-10 persen, itu sudah canggih benar, sudah biasa bawain pidana," ungkapnya.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa temuan tersebut ditemukan KPK ketika melakukan monitoring ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi. Rumah sakit yang disasar itu yakni secara khusus memonitor soal fisioterapi dan operasi katarak.
"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya 1.000 kasus yang didukung catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya gak ada di catatan medis," ujar Pahala Nainggolan di acara Diskusi Media Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN, Rabu 24 Juli 2024.
Pahala menyebutkan bahwa rumah sakit yang menangani katarak, ditemukan oleh tim KPK sebanyak 39 pasien yang diambil sampel, seharusnya hanya 14 orang yang layak untuk menjalani operasi katarak. Namun, yang diklaim telah melakukan operasi katarak sebanyak 39 orang.
Lantas, atas penelusuran KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS menyatakan fokus terhadap dua jenis fraud, yakni phantom billing dan medical diagnose.
"Bedanya, phantom billing orangnya nggak ada terapinya nggak ada, klaimnya ada. Kalau medical diagnose orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean, kira-kira gitu ya," kata Pahala.
"Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini, yang kita angkat ke tim ini (KPK, Kemenkes, BPJS, dan BPKP) ada 3 RS gitu yang phantom billing saja, tiga (RS) ini melakukan phantom billing, artinya mereka merekayasa semua dokumen yang satu ada di Jawa Tengah sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatera Utara itu ada Rp 4 miliar dan Rp 1 miliar itu hasil audit atas klaim dari BPJS Kesehatan," sambungnya.