Revisi UU Polri Dinilai Sebuah Keniscayaan, Jawab Perkembangan Masalah Hukum

Diskusi publik RUU Polri
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta - Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad, mengungkapkan bahwa Revisi Undang-Undang (UU) Polri adalah sebuah keharusan dan keniscayaan.

Hal itu disampaikan Suparji saat menjadi narasumber dalam diskusi ‘RUU Perubahan UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia’ di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu 24 Juli 2024.

“Revisi UU Polri merupakan sebuah keharusan, keniscayaan, mengingat sudah 20 tahun lebih dan sudah banyak perkembangan hukum, putusan MK, dinamika masyarakat, tantangan hukum, perkembangan informasi dan teknologi yang kemudian itu mendorong perlunya perubahan UU Polri,” ungkapnya.

Ilustrasi Polri.

Photo :
  • Istimewa

Suparji menilai, saat ini permasalahan hukum berkembang pesat, mulai dari peretasan, penipuan dan perjudian online, serta kasus-kasus hukum lainnya.

Sehingga, menurut Suparji, UU Polri harus direvisi untuk menjawab tantangan dan perkembangan masalah-masalah hukum tersebut.

“Tidak bisa tidak, sehingga perlu sebuah keniscayaan, Polri yang mampu bekerja secara profesional, prosedural dan memiliki landasan hukum yang kuat. Itulah kemudian yang saya maknai sebagai sebuah keniscayaan,” ujarnya.

Selain terkait perkembangan permasalahan hukum, Suparji mengatakan, peran dan fungsi Polri dalam hal intelijen dan penyadapan juga harus diperkuat.

Penguatan tersebut, menurut Suparji, dimaksudkan sebagai penegasan tugas dan wewenang Polri dalam hal intelijen adalah untuk keamanan negara dalam negeri, bahan penegakan hukum, deteksi dan peringatan dini untuk pencegahan, penangkalan serta penanggulangan ancaman dalam negeri.

“Sementara terkait penyadapan, harus sesuai dengan UU lain yang terkait, yakni UU KPK dan UU Kejaksaan,” katanya.

Namun demikian, Suparji mengakui bahwa di sisi yang lain, muncul sejumlah kekhawatiran akan adanya gesekan dengan lembaga lain, terutama dengan TNI dalam hal keamanan negara atau nasional.

“Soal makna keamanan nasional, yang pada dasarnya sebetulnya yang dituju dalam konteks revisi UU ini adalah keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk ancaman dari luar negeri, bahwa ancaman dari luar negeri tidak sebatas pertahanan negara, tetapi juga kemudian berbicara soal keamanan dan ketertiban masyarakat,” ungkapnya.

Suparji menyampaikan, justru dengan adanya revisi UU Polri tersebut, akan terbangun sebuah sistem dan pola yang terintegrasi antara keamanan dan pertahanan negara.

“RUU TNI dan RUU Polri harapannya mampu mencegah ego sektoral itu. Bagaimana TNI-Polri membangun sebuah kolaborasi yang baik dalam konteks menjaga keamanan, ketertiban dan pertahanan negara,” ujarnya.

Ke depan, Suparji mengatakan, ancaman-ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin masif dan dinamis.

Sehingga, menurut Suparji, sangat disayangkan jika masih ada ego sektoral dalam konteks keamanan dan pertahanan.

“Harapan saya, UU TNI yang juga sedang direvisi, dan UU Polri, mampu membangun irisan, mampu membangun sebuah perpaduan yang memang RUU Keamanan Nasional sebetulnya juga satu jawaban itu, tetapi kalau memang itu belum ada tanda-tanda konkret, maka momentum perubahan kedua UU ini dapat menjadi pintu masuk untuk membangun kolaborasi,” katanya.