Kemnaker Rilis Roadmap Indonesia Bebas Pekerja Anak Lanjutan dalam Rangka Hari Anak Nasional 2024
- Kemenaker RI
VIVA – Dalam rangka Hari Anak Nasional 2024 pada 23 Juli 2024, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia. Salah satunya yang dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah yang kembali mengimbau agar orang tua, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan serikat pekerja terus bekerja sama dan melakukan inovasi, supaya menghapus praktik pekerja anak di Indonesia.
Imbauan Ida Fauziyah ini disampaikan pada acara peluncuran Roadmap Indonesia Bebas Pekerja Anak Lanjutan (Tahap II), yang menyusul berakhirnya Roadmap Indonesia Bebas Pekerja Anak Tahun 2022 (Tahap I).
Dalam upaya roadmap atau peta jalan ini, diharapkan semua pihak dapat bersinergi untuk mewujudkan lingkungan kerja yang lebih aman dan layak bagi anak-anak serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka secara optimal.
"Besok 23 Juli kita rayakan Hari Anak Nasional, mari kita berikan kado terindah kepada anak-anak Indonesia dengan berkomitmen bersama melalui roadmap lanjutan ini," kata Ida Fauziyah dalam keterangan tertulis pada Senin (22/7/2024).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, ada sekitar 1,01 juta pekerja anak berusia antara 5 hingga 17 tahun di Indonesia. Jumlah ini relatif sama dengan jumlah pekerja anak yang tercatat pada tahun 2022, yaitu sekitar 1,01 juta. Sehingga, tidak ada perubahan signifikan dalam jumlah pekerja anak dari tahun 2022 ke 2023, hal ini menunjukkan bahwa angka tersebut cenderung stagnan atau tidak berkembang.
"Angka ini bukanlah jumlah yang kecil, oleh karena itu dibutuhkan komitmen bersama untuk mengatasi masalah ini," ungkap Ida Fauziyah.
Ada beberapa penyebab pekerja anak di Indonesia terus terjadi, kemiskinan biasanya menjadi penyebab utama. Banyak anak terpaksa bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, terutama ketika orang tua mereka tidak memiliki pekerjaan yang cukup untuk mendukung hidup sehari-hari.
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan orang tua juga berkontribusi, karena mereka cenderung memprioritaskan pendapatan segera daripada pendidikan anak. Hal ini diperparah oleh kurangnya akses ke pendidikan yang berkualitas, yang membuat anak-anak merasa bahwa bekerja lebih penting daripada bersekolah.
Ida Fauziyah menyatakan bahwa terus ada komitmen dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk selalu berusaha mengatasi masalah pekerja anak. Hal ini dilakukan guna mencapai visi Indonesia Emas pada tahun 2045, yang merupakan target pembangunan jangka panjang. Sebagai contoh konkret dari usaha tersebut, Kemnaker telah berhasil menarik sebanyak 143.456 anak dari tempat kerja antara tahun 2008 dan 2020.
Kemnaker juga terus berusaha menghapus praktik pekerja anak di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman di kalangan dunia usaha dan masyarakat tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) melalui sosialisasi.
"Peta Jalan Lanjutan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pencapaian Indonesia Emas 2045 melalui penurunan angka pekerja anak secara bertahap, sehingga akhirnya mencapai Indonesia terbebas dari pekerja anak, khususnya pada situasi BPTA," ujarnya.
Haryanto, mewakili Plt Direktur Jenderal Binwasnaker K3, menambahkan bahwa roadmap atau peta jalan ini, disusun sejak 2023, melibatkan berbagai stakeholder dan menunjukkan komitmen bersama dalam menangani masalah pekerja anak secara komprehensif.