Eks Penyidik KPK Soroti Proses Seleksi Calon Anggota BPK
Jakarta - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhawatirkan proses calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tidak objektif dan syarat kepentingan, karena terdapat beberapa nama yang terafiliasi dengan partai politik. Maka dari itu, DPR RI harus mengutamakan kalangan akademisi dan profesional dalam proses seleksi tersebut.
Ketua IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha mengatakan seharusnya BPK RI bersih dari unsur kepentingan politik supaya lembaga pemeriksa keuangan itu bisa bekerja secara objektif dan transparan.
“Kalau anggotanya dari unsur politik, tentu akan sulit untuk objektif,” kata Praswad dikutip pada Senin, 22 Juli 2024.
Maka dari itu, Praswad mengingatkan Anggota DPR RI yang melakukan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap 75 orang nama calon Anggota BPK agar memprioritaskan kalangan akademisi dan profesional. Sebab, kata dia, dari 75 nama calon Anggota BPK itu masih banyak figur yang lebih layak untuk dipilih daripada calon berlatarbelakang politisi.
”Memang sudah seharusnya BPK itu diisi dari kalangan akademisi dan profesional,” ujar mantan Penyidik KPK ini.
Diketahui, telah ditetapkan sebanyak 75 calon Anggota BPK berdasarkan keputusan rapat internal Komisi XI DPR RI pada 8 Juli 2024. Dengan demikian, 75 orang calon Anggota BPK itu akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR.
Sementara, nama-nama yang akan mengikuti fit and proper test itu sudah diumumkan ke publik. Sebab, DPR meminta masyarakat supaya memberikan masukan-masukan terhadap nama-nama yang telah ditetapkan itu mulai 10 Juli hingga 19 Juli 2024.
Beberapa politisi dan mantan politisi yang mengikuti proses seleksi Anggota BPK di antaranya Eva Yuliana dari Partai NasDem, M. Misbakhun dan Bobby Adhityo Rizaldi dari Partai Golkar, Mulfachri Harapan dari Partai Amanat Nasional (PAN), Hendrik H. Sitompul dari Partai Demokrat, Akhmad Muqowam dari Partai Hanura dan Daniel Lumban Tobing mantan Politisi PDI Perjuangan (PDIP).
Sebelumnya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan lolosnya sejumlah nama yang berlatarbelakang dari partai politik tentunya akan menjadi persoalan serius. Karena, kata dia, mereka yang ikut proses seleksi calon Anggota BPK menjadi tidak ideal mengingat harus melewati fit and proper test di DPR RI.
Sehingga, ia khawatir proses tersebut membuat pemilihan Anggota BPK RI akan menjadi proses politik. Bahkan, kata dia, figur yang berlatarbelakang politisi itu memiliki peluang besar untuk terpilih sebagai Anggota BPK RI ke depan.
“Calon Pimpinan BPK yang mengikuti seleksi justru terjebak mengikuti tuntutan politisi di DPR. Mereka umumnya mengandalkan lobi politik agar terpilih. BPK bekerja secara profesional melakukan audit penggunaan keuangan negara. Sehingga, mestinya Pimpinan BPK harus dipilih berdasarkan kompetensi di bidang audit keuangan (bukan dari politisi),” kata Lucius Karus kepada wartawan Jumat, 19 Juli 2024.