Terkuak, Peran 7 Tersangka Kasus 109 Ton Emas Antam
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar mengungkapkan peran 7 tersangka baru atas kasus dugaan korupsi pengelolaan emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010 sampai dengan 2022.
Harli menyebutkan para tersangka bersekongkol dengan pihak PT Antam yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka. Tujuannya untuk melekatkan merek Antam tanpa kerja sama dan membayar kewajiban kepada PT Antam.
"Para tersangka tidak hanya menggunakan jasa manufaktur untuk kegiatan pemurnian, peleburan dan pencetakan, melainkan juga untuk melekatkan merek LM Antam," ucap Harli kepada wartawan, dikutip Jumat, 19 Juli 2024.
Harli menjelaskan, total emas yang dipalsukan dengan melekatkan logo Antam tersebut mencapai 109 ton emas.
"Kerugian negara sampai dengan saat ini masih dalam proses perhitungan," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi tata kelola komoditi emas periode tahun 2010-2021 seberat 109 ton emas.
"Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, tim penyidik telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar di Jakarta, Kamis, 18 Juli 2024.
Menurut dia, mereka adalah pelanggan jasa manufaktur unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia PT Antam dari berbagai periode.
"Dalam kapasitas sebagai pelanggan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk," ujarnya.
Tujuh tersangka adalah LE (periode 2010-2021), SL (periode 2010-2014), SJ (periode 2010-2021), JT (periode 2010-2017), GAR (periode 2012-2017), DT (periode 2010-2014) dan HKT (periode 2010-2017). SL dan GAR langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejagung. Sementara untuk LE, SJ, JT, dan HKT jadi tahanan kota dengan alasan sakit
Adapun mereka dikenakan dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.