Cegah Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, Bea Cukai Ajak Right Holder Daftarkan Merek Dagang

Bea Cukai
Sumber :
  • Bea Cukai

VIVA – Sebagai lembaga yang berperan penting dalam pengawasan hak kekayaan intelektual (HKI), Bea Cukai mengajak para pemegang HKI/right holder untuk mendaftarkan merek dagang dan hak cipta dagang yang dimiliki demi mencegah pelanggaran HKI, terutama dalam mencegah perdagangan barang-barang bajakan atau palsu. Pendaftaran tersebut dilakukan melalui sistem rekordasi milik Bea Cukai.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar mengatakan bahwa pihaknya mengimbau pemilik atau pemegang hak yang merupakan badan usaha yang berkedudukan di Indonesia untuk mengajukan permohonan rekordasi kepada Bea Cukai melalui Direktorat Penindakan  dan Penyidikan Bea Cukai c.q. Subdit Kejahatan Lintas Negara. Rekordasi tersebut gratis tanpa dipungut biaya apapun.

Untuk melakukan rekordasi, pemegang merek cukup membuat user pada Ceisa HKI melalui portal customer.beacukai.go.id. Setelah masuk ke halaman utama, pilih Sistem Pelayanan, lalu HKI Online. Pada dashboard, unduh form permohonan rekordasi dan surat pernyataan. Klik Permohonan, lalu klik Rekam Data, dan klik Perekaman. Selanjutnya, pengajuan permohonan akan direviu Bea Cukai. Jika ada kekurangan dalam syarat rekordasi, Bea Cukai akan menghubungi rekordan (pemegang hak yang telah menggunakan sistem rekordasi). Dua sampai tiga hari setelah seluruh langkah rekordasi dilakukan, rekordan akan mendapatkan undangan wawancara dari Bea Cukai. Sertifikat rekordasi pun akan keluar di sistem Ceisa satu minggu setelah wawancara. Adapun persyaratan dan dokumen yang harus dilampirkan terdapat pada lampiran PMK Nomor 40 Tahun 2018, yaitu surat permohonan, surat pernyataan, akta pendirian perusahaan, nomor induk berusaha, NPWP perusahaan, KTP examiner, sertifikat merek, dan booklet produk.

"Pendaftaran merek atau rekordasi akan memudahkan petugas Bea Cukai dalam mengawasi barang impor atau ekspor yang terindikasi melanggar HKI. Pengawasan dapat dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi intelijen, melalui pemeriksaan fisik barang atau penelitian dokumen oleh petugas Bea Cukai di seluruh satuan kerja, baik di kantor pusat, kantor wilayah, maupun kantor pelayanan dan pengawasan Bea Cukai di seluruh Indonesia," ujar Encep.

Sampai dengan bulan Maret 2024 telah ada 7 entitas dengan 32 merek yang terdaftar dalam sistem rekordasi Bea Cukai. Dari 32 merek yang sudah terdaftar tersebut, Bea Cukai sudah melakukan 14 penegahan yang tersebar di beberapa pelabuhan besar di Indonesia. Penegahan yang dilakukan mayoritas terhadap produk fast moving consumer goods, seperti ballpoint, pisau cukur, kosmetik, dan masker. Dalam penegakan hukum HKI tersebut, Bea Cukai berwenang di border area, sedangkan pengawasan market dalam negeri menjadi wewenang Direktorat Jenderal Kekayaan Inteletual (DJKI) dan Kepolisian Republik Indonesia.

"Penindakan tersebut menunjukkan manfaat rekordasi Bea Cukai bagi para rekordan. Terlebih, jumlah penegakan HKI di border measure oleh Bea Cukai jumlahnya semakin signifikan. Hal ini menunjukkan manfaat pentingnya penegakan HKI di border measure, baik bagi para pemilik hak maupun masyarakat Indonesia secara umum," lanjutnya.

Ke depannya, menurut Encep terdapat langkah-langkah strategis yang dilakukan Bea Cukai dalam rangka meningkatkan jumlah rekordasi dan penegahan.

"Kami tengah melaksanakan program terobosan Customs Visit to Potential Recordant (CVPR), yaitu mengunjungi entitas-entitas pemilik merek di Indonesia yang berpotensi untuk rekordasi berdasarkan data pemetaan pengawasan barang diduga melanggar HKI di border serta data supporting dari IP task force (satuan tugas penegakan hukum HKI di Indonesia)," katanya.

Selain itu, Bea Cukai juga melaksanakan sosialisasi kepada para pemilik merek dan internalisasi kepada para pejabat atau pegawai pada satuan kerja di wilayah atau kantor pelayanan. Asistensi dan pengawasan rutin di pelabuhan besar dan bandara internasional, serta kerja sama dan koordinasi dengan sesama anggota IP task force juga dilaksanakan secara rutin.

“Dari sini bisa dipastikan pengawasan atas pelanggaran HKI terutama di Indonesia bukan merupakan tanggung jawab Bea Cukai saja, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh aparat penegak hukum terkait sesuai tugas dan kewenangan masing-masing,” tutup Encep.