Putu DPR: Political Will Kepemimpinan Nasional ke Depan untuk Seni Budaya Harus Ditingkatkan
- Istimewa
Jakarta - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana meminta pemerintah mesti menaruh perhatian setara kepada lembaga pendidikan atau institut pendidikan seni dan budaya di Tana Air. Dia menilai, lembaga pendidikan seni dan budaya masih seperti jadi 'anak tiri' pemerintah.
Putu menyampaikan seperti itu saat kegiatan BKSAP Day di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Dia bilang ISI Yogyakarta merupakan institut seni budaya pertama di Indonesia sejak era Presiden Soekarno atau Bung Karno. ISI Yogyakarta sejarahnya berawal dari Asri atau Asti.
“Kalau Asri itu Akademi Seni Rupa Indonesia. Kalau Asti itu Akademi Seni Tari Indonesia. Cikal bakalnya memang digaungkan, dicanangkan oleh Presiden pertama, Proklamator kita, Bung Karno,” kata Putu dalam keterangannya, Senin, 15 Juli 2024.
Menurut Putu, Indonesia merupakan negara adikuasa dalam bidang budaya. Kata dia, hal itu diakui juga oleh lembaga-lembaga besar dunia. Selain itu, dia menyebut Indonesia memiliki kekayaan yang begitu luar biasa dan beberapa dari artefak serta warisan budaya yang sudah jadi warisan benda dan tak benda yang diakui negara melalui Unesco.
“Pada intinya sebetulnya bagaimana semangat pendidikan itu tidak hanya pendidikan yang berhubungan dengan sains, tapi juga art/seni menjadi perhatian dan afirmasi penting pada saat Indonesia merdeka,” kata Legislator asal Bali ini.
Putu dalam kesempatan itu melakukan dialog dengan para civitas akademika maupun mahasiswa. Dari aspirasi civitas akademika dan mahasiswa, mereka merasa dianaktirikan karena sebagai perguruan tinggi yang berhubungan dengan seni budaya.
Dia mencontohkan seperti dari sisi APBN, bisa dilihat bahwa angka yang masuk di perguruan tinggi besar seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), hingga Universitas Indonesia (UI) itu dapat jauh lebih tinggi daripada institut seni budaya. Padahal, jika bicara peran maka bidang seni punya kontribusi signifikan.
“Tidak hanya dalam diplomasi, tapi lebih kepada bagaimana seni ini dapat memberikan ruang ekspresi dan ruang komunikasi masyarakat dalam berbagai hal. Salah satunya membangun ekonomi di lingkungan masyarakat dalam bentuk potensi ekonomi kreatif,” jelas Putu.
Kemudian, dia menambahkan, seni juga dibangun untuk diplomasi dengan memberi masukan, usulan, kritik yang secara konsep lebih elegan. Kata dia, seperti jika protes dilakukan secara demonstrasi mungkin lebih ekstrem. Namun, melalui seni mungkin sentuhannya bisa lebih baik dan lebih soft dalam diplomasinya.
“Jadi, kita ingin menunjukkan komitmen bahwa parlemen juga memperhatikan seni budaya. Saya sendiri sebagai Wakil Ketua BKSAP, memang menggeluti seni budaya dari dulu sejak kecil," lanjut Anggota DPR dari Fraksi Demokrat itu.
"Tentu ingin mengembalikan lagi bahwa political will, afirmasi, legislasi, dan anggaran harus diperjuangkan untuk kemajuan seni budaya di Indonesia sebagai jati diri atau jiwa bangsa,” kata Anggota Biro Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk Pembangunan Keberlanjutan itu.
Menurut dia, sebagai bangsa besar, Indonesia dengan potensi kekayaan seni budaya yang tak terhingga mestinya memiliki berbagai pusat-pusat kebudayaan dan ruang ekspresi. Pusat kebudayaan itu bisa dilakukan di berbagai tempat, baik seni tari, seni pertunjukan, seni rupa, seni visual, dan lainnya.
Dia membandingkan negara-negara lain sudah punya tempat-tempat kreasi seperti Australia dengan Sydney Opera House. Lalu, Singapura dengan Esplanade di Singapura. Kemudian, ada berbagai tempat berkreasi dan berekspresi di seluruh dunia. Putu berharap political will pemimpin nasional ke depan bisa lebih peduli terhadap sektor seni budaya.
“Political will daripada kepemimpinan nasional juga ke depan untuk seni budaya ini harus jauh ditingkatkan, lalu lebih dimaksimalkan lagi, anggaran juga harus dikomprehensifkan," kata Putu.
Putu mengaku dirinya merasa iri dengan kondisi negara lain yang dibekali anggaran cukup untuk sektor seni dan budayanya. "Misalnya institusi pendidikan yang begitu besar, museumnya begitu baik dengan anggaran yang diberikan oleh dukungan dari anggaran pembayar pajak yang memang disalurkan oleh pemerintah,” tutur Putu.
Lebih lanjut, Putu juga menyoroti perlunya penguatan seni budaya dengan keberadaan Undang-Undang. Terkait itu, Putu sudah menginisiasi perlunya Rancangan Undang-Undang (RUU) Permuseuman dan juga bisa mewujudkan RUU Omnibus Kebudayaan. Bagi dia, hal itu penting untuk pengawalan, melestarikan, menjaga kebudayaan.
“Pada ujungnya menata, menampilkan, dan akhirnya semua akan tertampilkan sebagai negara yang adikuasa dalam bidang budaya, yaitu negeri yang adibudaya. Potensi ini harus kita sebar luaskan ke seluruh Indonesia, tidak hanya di Yogyakarta,” tutur Putu.
Sementara, Pembantu Rektor III ISI Yogyakarta, Kholid Arif Rozaq merespons positif kunjungan BKSAP DPR RI ke ISI Yogyakarta. Menurut dia, kedatangan BKSAP DPR bisa memberikan pencerahan kepada para civitas akademika dan mahasiswa di ISI Yogyakarta.
Selain itu, dia menilai dengan BKSAP maka mahasiswa bisa berkomunikasi langsung dengan DPR RI sebagai wakil rakyat. Dia menyampaikan harapan agar DPR bisa mendengar aspirasi civitas akademika dan mahasiswa perguruan tinggi seni.
"Karena karakteristik perguruan tinggi seni itu unik, tidak bisa seperti perguruan tinggi yang sama. Hal ini yang coba kita nanti bisa diakomodasi oleh wakil-wakil kita di DPR melalui komisi-komisi yang relevan,” tutur Kholid Arif.