4 Lembaga Kecam Kekerasan terhadap Jurnalis Usai Sidang Vonis SYL
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Kekerasan terhadap jurnalis terjadi usai sidang vonis terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Kamis, 11 Juli 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta. Setelah vonis dibacakan oleh hakim, petugas membawa SYL keluar dari ruang sidang. Pada saat itu, kubu pro SYL yang memadati lokasi menyerang jurnalis yang sedang meliput. Jurnalis yang terkena kekerasan yaitu Bodhiya Vimala dari Kompas TV, yang mengalami luka berdarah dan memar pada lututnya. Selain itu, juru kamera TV One, Firdaus juga disikut oleh polisi yang mengamankan jalannya sidang.
Peristiwa ini menimbulkan kericuhan yang berakhir dengan rusaknya pagar pembatas ruang sidang. Jurnalis yang terlibat dalam kekerasan tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Pers (UU Pers) yang menjamin kebebasan pers dan melarang setiap tindakan yang menghambat jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Atas insiden tersebut, empat lembaga kecam kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi usai sidang vonis SYL, berikut penjelasannya!
1. Dewan Pers
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, meminta Polda Metro Jaya untuk menyelidiki secara menyeluruh pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada sidang putusan mantan Menteri Pertanian, SYL. Ia menyatakan bahwa pelaku, yang diduga pendukung SYL, telah melakukan penganiayaan dan menghalangi tugas jurnalis dalam mencari berita.
"Kalau ini dilakukan pembiaran maka punya potensi berulang pada waktu yang akan datang," kata Ninik di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7/24), dilansir dari Antara.
Ninik mengecam tindakan kekerasan, upaya menghalangi kerja jurnalis, serta perusakan alat kerja mereka. Ia menegaskan bahwa jurnalis yang menjalankan tugas dilindungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang memberi mereka mandat untuk menjalankan kegiatan jurnalistik demi memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.
"Ini dijamin dan tidak boleh dihalang-halangi, diintimidasi, apalagi sampai dilakukan perusakan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ninik berharap lembaga pelayanan publik seperti lembaga peradilan dapat mencegah kejadian serupa dengan memperketat keamanan untuk melindungi jurnalis saat mereka menjalankan tugas.
"Terutama bagi para jurnalis yang terkadang tidak memiliki ruang untuk bebas meminta informasi kepada pihak-pihak yang diperlukan," ujar Ninik.
2. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, memberikan pernyataan mengenai kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang diduga merupakan anggota organisasi masyarakat (ormas) pendukung SYL kepada jurnalis.
“AJI Jakarta mengecam kekerasan yang dilakukan sejumlah pendukung mantan Mentan SYL terhadap jurnalis,” ujar Irsyan dalam keterangan tertulis resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/7/24).
Irsyan menegaskan bahwa jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Pers dalam melaksanakan tugasnya. Dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers berbunyi, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi".
3. Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
LBH Pers meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Kekerasan terhadap pers harus disikapi dengan serius agar tidak menambah daftar panjang ketidakadilan terhadap pers.
LBH Pers juga mengimbau semua pihak untuk menghargai kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Hal ini karena jurnalis dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, LBH meminta kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput di lapangan, terutama dalam kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.
4. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah pendukung SYL terhadap jurnalis.
“Kami mengecam, kami mengutuk, tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan kepada jurnalis saat meliput sidang SYL hari ini,” kata Herik Kurniawan pada Kamis (11/7/24).
Menurutnya, kekerasan yang terjadi kepada jurnalis di Pengadilan Negeri Jakarta tidak hanya mengancam kemampuan jurnalis untuk menyampaikan informasi yang akurat dan bermanfaat kepada publik, tetapi juga mengancam kebebasan pers secara keseluruhan.
“Aksi tersebut merupakan bagian dari ancaman bagi jurnalis bukan hanya menyampaikan informasi yang baik kepada publik tapi juga ancaman kepada kemerdekaan pers,” ujar dia melanjutkan.