Budi Arie Ungkap Versi Ransomware yang Serang Indonesia
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi mengatakan serangan siber ransomware yang terjadi di Indonesia adalah versi yang terakhir. Sehingga, hal ini jadi perhatian seluruh dunia.
"Dan ransomware yang menyerang Indonesia ini adalah versi yang terakhir, latest version. Jadi versi yang terakhir sehingga menjadi perhatian seluruh dunia terhadap ransomware ini," ujar dia, Kamis, 27 Juni 2024.
Dia menjelaskan, serangan ransomware melanda seluruh dunia dan jadi perhatian semua pihak. Mulai dari Australia, Korea Selatan, bahkan Amerika Serikat sekalipun. Sehingga, kata Budi Arie, keamanan siber Indonesia masih perlu ditingkatkan.
"Kalau kita bisa liat Australia, Belanda, Korea Selatan, Amerika Serikat, Kanada dan berikutnya kita masuk dalam terbawah dengan Meksiko, India, Brasil, Turki, dan Indonesia. Jadi, harus juga menjadi perhatian kita semua sebagai negara dan bangsa bahwa keamanan siber kita masih perlu peningkatan yang lebih," ujarnya.
Untuk diketahui, serangan siber ransomware diklaim bukan cuma terjadi di Tanah Air tapi di semua negara di dunia. Hal itu diungkap Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi.
"Ini ransomware pernegara di tahun 2022-2023, kita bisa lihat ini ransomware tidak ada seluruh dunia yang tidak terkena serangan ransomware," ujar dia, Kamis, 27 Juni 2024.
Sebelumnya, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, Hinsa Siburian mengatakan server Pusat Data Nasional (PDN) terkena serangan siber ransomware terbaru. Itu yang membuat PDN dalam beberapa hari ini mengalami gangguan.
"Insiden pusat data sementara ini adalah serangan siber dalam bentuk ransomware dengan nama brain cipher ransomware. Ransomware ini adalah pengembangan terbaru dari ransomware lock bit 3.0," kata Hinsa di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Senin, 24 Juni 2024.
Hinsa mengatakan bahwa server PDN yang terkena ransomware itu berada di Surabaya. "Yang mengalami insiden ini adalah pusat data sementara yang ada di Surabaya," ujarnya.
Pada kesempatan lain, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa hacker (peretas) meminta uang tebusan senilai US$8 juta atau setara Rp 131,1 miliar. Budi Arie menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan uang tuntutan tersebut.