Temuan DPR Terkait Kemenag Alihkan 10 Ribu Kuota Tambahan untuk Haji Khusus
- Istimewa
Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) RI mengalihkan 10 ribu kuota tambahan haji untuk haji khusus. Dia menilai langkah Kementerian Agama itu menyalahi dua ketentuan, yakni hasil rapat kerja bersama Komisi VIII DPR.
Diketahui, Indonesia memang mendapatkan tambahan kuota 20 ribu jemaah untuk haji 2024. Tambahan tersebut didapatkan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral bersama Putra Mahkota yang juga PM Kerajaan Arab Saudi, Mohammed Bin Salman pada Oktober 2023.
Ace lanjut mengungkapkan, upaya Presiden Jokowi meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi karena memikirkan rakyat yang antre ingin berhaji, bukan untuk memfasilitasi orang berduit yang akan berhaji.
"Saya meyakini bahwa tambahan kuota sebanyak 20.000 ini untuk mengurangi daftar tunggu haji reguler yang sudah berpuluh-puluh tahun dan jumlahnya mencapai 5,2 juta jemaah," kata Ace dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 21 Juni 2024.
Ace menambahkan, secara resmi alokasi haji tambahan sebanyak 20 ribu sudah diputuskan dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI tanggal 27 November 2023. Diputuskan sesuai UU Nomor 8 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh, dengan rincian kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang. Sementara, haji khusus dialokasikan 8 persen sesuai UU Pasal 8.
"Keputusan ini berdasarkan atas hasil Rapat Panja Haji Komisi VIII yang dibahas secara mendalam dan saksama selama tiga minggu, siang dan malam, melalui rapat resmi di DPR maupun FGD dengan berbagai pihak," ujarnya.
Ace juga menekankan, hasil Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas jadi dasar penetapan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 2024.
Ace mengatakan, selama pembahasan biaya ibadah haji yang dilakukan dalam rapat Panja maupun rapat kerja Komisi VIII DPR dan Kementerian Agama, tidak ada pembahasan yang menyinggung permintaan alokasi bagi haji khusus dari kuota tambahan tersebut.
"Namun, pada bulan Februari 2024, Kementerian Agama mengubah kebijakan soal kuota tambahan 20.000 itu secara sepihak yang dibagi menjadi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 untuk haji reguler tanpa melalui proses pembahasan di DPR RI," kata Politikus Golkar tersebut.
Saat ada perubahan kebijakan kuota haji, kata Ace, sejatinya Kemenag merevisi kembali Keppres Nomor 6 tahun 2024 melalui proses pembahasan Raker dengan Komisi VIII DPR RI.
Menurut Ace, pembahasan ini penting karena komposisi biaya haji menggunakan asumsi jemaah reguler yang ditetapkan sebagaimana jumlah yang disepakati bersama.
"Harus diketahui bahwa asumsi jumlah jemaah haji ini akan berdampak kepada penggunaan anggaran biaya haji yang berasal dari setoran jemaah, dan nilai manfaat keuangan haji yang dikelola BPKH. Jadi Kementerian Agama tidak bisa mengambil kebijakan sepihak, karena pasti akan berdampak kepada penggunaan anggaran, jumlah petugas dan pengaturan lainnya yang telah disepakati bersama dalam Raker Komisi VIII DPR RI dan hasil Panja Biaya Haji," ujarnya.
Karena itu, Ace menegaskan kebijakan pengalihan kuota haji menyalahi dua hal yakni hasil rapat DPR dengan Menteri Agama yang sudah disebutkan di atas dan juga Keppres tentang BPIH yang menggunakan asumsi jumlah jemaah haji berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019.