KPAI Ungkap Data Mengejutkan Prostitusi Online yang Melibatkan Anak

Ilustrasi polisi bongkar mucikari dan prostitusi ABG.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Sholihah mengatakan Indonesia masih menghadapi masalah situasi pekerja anak dan sekitar 1,14 juta anak terlibat dalam situasi tersebut.

Dalam siaran mengenai Hari Anti-Pekerja Anak Sedunia di Jakarta, Rabu, 12 Januari 2024, Ai menjelaskan pekerja anak tersebut terkonfirmasi ketika mereka masuk dunia usaha sebagai tenaga kerja. Ada juga yang bekerja secara informal, misalnya menjadi anak jalanan atau pemulung.

"Bahkan, mohon maaf, di KPAI sendiri data mengenai anak yang dilacurkan itu cukup tinggi. Apalagi saat ini difasilitasi oleh pemanfaatan media ya. Saya harus sampaikan gitu, data prostitusi online di situ hampir 80 persen adalah usia anak," katanya.

ilustrasi penyiksaan anak

Photo :
  • bedneyimages/freepik

Dia menjelaskan pekerjaan itu merupakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk, yang memberikan dampak pada fisik dan psikis. Padahal, kata dia, dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 138, usia minimal anak boleh bekerja adalah 15 tahun.

https://www.youtube.com/watch?v=8MWc3H71BL0

Ai juga mengatakan dalam penerapan Undang-Undang Ketenagakerjaan nasional, realita di daerah-daerah berbeda, dan banyak sekali orang tua yang turut menyuruh anak-anaknya untuk bekerja, karena merasa mendapatkan manfaat dari hal itu.

"Misalnya, di Karawang, beberapa yang menjadi lumbung padi kita ketika musim panen, sekolah sepi itu, karena semuanya berbondong-bondong untuk panen ke sawah gitu," ucapnya.

Contoh lainnya, kata dia, di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), anak-anaknya memanen tembakau.

Ilustrasi prostitusi anak.

Photo :
  • Istimewa.

Isu pekerja anak adalah isu yang multidimensi, kata dia, bukan hanya tentang ekonomi namun juga dalam pengasuhan serta pemenuhan hak-hak anak, sehingga kolaborasi menjadi kunci untuk menangani hal itu. Sebagai contoh, pemerintah daerah dapat berperan serta melalui Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA).

Ai menuturkan dalam 24 indikator KLA antara lain tentang eksploitasi anak, termasuk cara menurunkan atau menanggulangi situasi pekerja anak.

"Di sini mengikat faktor-faktor, misalnya dunia usaha, dunia usaha juga harus sudah punya aturan, SOP, mekanisme bahkan di tingkat HRD bahwa usia yang memang layak masuk dalam tenaga kerjaan, tenaga kerja muda itu di atas usia anak, yaitu 18 tahun," katanya.

KPAI, lanjutnya, melakukan pengawasan bersama Dewan Pengawas Ketenagakerjaan dan melihat masih adanya anak-anak yang terlibat dalam situasi tersebut. Sejumlah rekomendasi yang diberikan oleh mereka, kata dia, adalah penarikan dari dunia kerja, remediasi, dan dikembalikan bekerja di tempat itu saat sudah dewasa.

Untuk keluarga, kata dia, intervensinya adalah berupa penyadaran, edukasi, serta peningkatan kualitas dalam pengasuhan.

"Kita bisa bayangkan kalau di level sekolah pemerintah daerah, misalnya, sudah mengajak semua pihak, tetapi di keluarganya malah masih memperlakukan anak-anak kita ini untuk membantu dapurnya, membantu saat misalnya panen, dan lain sebagainya," kata Ai. (ant)