Ketua DPR: Syaukani Lumpuh Kaki dan Tangan
- Antara/ Fanny Octavianus
VIVAnews - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menilai grasi Presiden untuk Syaukani Hasan Rais masuk akal. Menurut Marzuki, Syaukani sudah lumpuh kaki dan tangan serta memorinya tak berfungsi.
"Ia tidak bisa melihat, lumpuh kaki tangan, dan memorinya tak berfungsi," kata Marzuki di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 20 Agustus 2010.
Dengan kondisi seperti itu, lanjut mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu, Syaukani pun tidak dapat merasakan lagi hukuman penjara. Atas dasar itulah, kata Marzuki, pemerintah memberikan grasi kepada Syaukani. "Jangan seolah-olah Presiden selalu salah. Jika tidak diberi grasi, Syaukani justru akan membebani anggaran negara," katanya.
"Dia lumpuh loh. Itu justru membuat repot sipir penjara dan membebani negara. Siapa coba yang mau mengurus dia di penjara?" ujar Marzuki bertanya balik.
Ia pun meminta agar kasus Syaukani tidak disamakan dengan tahanan pengidap AIDS yang tidak mendapatkan grasi sama besarnya. "Pengidap AIDS tentu masih sadar dan menyadari bentuk hukuman yang diterimanya di penjara. Tapi Syaukani ini sudah sama sekali tidak dapat merasakan hukuman yang diterimanya. Percuma kan?" kata Marzuki lagi.
Baggaimanapun, Marzuki sepakat bahwa koruptor harus dihukum seberat-beratnya. Ia pun mengatakan, remisi yang diberikan pemerintah kepada koruptor tentu bukannya tanpa dasar pertimbangan yang jelas.
Rabu kemarin, Syaukani resmi menerima grasi dari Presiden yang membuat terpidana korupsi APBD Kabupaten Kutai Kartanegara itu langsung bebas. Dari total enam tahun masa hukuman, Syaukani memperoleh grasi selama tiga tahun. Ia pun hanya perlu menjalani setengah masa hukumannya.
Grasi ini menyulut kontroversi dari berbagai kalangan. KPK bahkan mempertanyakan besarnya grasi yang diberikan kepada mantan Bupati Kutai Kertanegara itu.
Arifin Muchtar dari Pusat Kajian Anti Koruspi (Pukat) Universitas Gajah Mada mempertanyakan alasan utama pemberian grasi kepada Syaukani itu. Jika karena alasan sakit, katanya, negara harus membiayai proses penyembuhan sang terpidana. Dan jika bisa disembuhkan, lantas bagaimana dengan status Syaukani.