HP Sekjen Hasto yang Disita KPK Berisi Strategi PDIP di Pilkada, Pengacara Curiga Motifnya Ini
- VIVA/Ahmad Farhan Faris
Jakarta - Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yaitu Ronny Talapessy menduga Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memiliki motif lain dibalik penyitaan handphone dan dokumen lainnya milik Hasto oleh penyidik.
Kecurigaan itu muncul, setelah Hasto yang Senin kemarin diperiksa sebagai saksi kasus korupsi Harun Masiku, tiba-tiba KPK menyita HP melalui stafnya bernama Kusnadi. Kubu Hasto menganggap KPK mengelabui mereka.
"Dugaan kami, motif sebenarnya dari KPK, bukanlah memeriksa Pak Hasto, namun melakukan tindakan paksa dengan menyita beberapa dokumen yang menyangkut rahasia dan kedaulatan partai, dan beberapa handphone dengan melanggar hukum," ujar Ronny dalam keterangannya, Selasa, 11 Juni 2024.
"Penyitaan alat kerja berupa HP dan laptop ini terjadi di saat Hasto sebagai Sekjen PDIP sedang sibuk mempersiapkan pilkada serentak. Ada banyak data dan informasi terkait strategi pemenangan," sambungnya.
Ia menambahkan bahwa tim penyidik KPK melakukan penyitaan terhadap barang-barang pribadi yang tidak ada hubungannya dengan materi pemeriksaan terkait Harun Masiku.
"Hal ini dibuktikan dengan cara memanggil staf Hasto, saudara Kusnadi dengan motif dibohongi, sepertinya dipanggil oleh Pak Hasto. Padahal motif sebenarnya adalah menyita dokumen dan barang-barang pribadi yang tidak berkorelasi dengan materi pemeriksaan," kata Ronny.
Di sisi lain, Ronny menjelaskan Hasto terkaget-kaget atas proses hukum yang ada di KPK. Ronny mengaku Hasto sudah terbiasa dalam berbicara sistem politik dan hukum negara dengan niat yang baik. Namun, Hasto sangat kaget saat mendapat perlakuan tidak sesuai dengan hukum acara pidana.
"Pak Hasto itu terbiasa berbicara sistem politik dan hukum negara, serta datang dengan niat baik, namun terkaget-kaget mendapat perlakukan yang tidak sesuai hukum acara pidana. Padahal dalam konsideran menimbang di undangan tersebut, ketentuan UU No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana ditempatkan di no 1, namun tidak dijadikan rujukan hukum," jelasnya.