Alex Marwata Setuju Rencana DPR Revisi UU KPK
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana melakukan revisi undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara menyeluruh. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun menyatakan bahwa dirinya sepakat terkait dengan rencana DPR.
"Saya setuju direvisi total. Bagian atau pasal mana? Banyak," ujar Alexander Marwata kepada wartawan, Minggu, 9 Juni 2024.
Alex menjelaskan bahwa revisi undang-undang KPK itu memang dibutuhkan saat ini. Revisi UU KPK, menurutnya, harus mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, terutama dari pucuk pimpinan tertinggi negeri ini.
"Tanpa komitmen kuat dari Presiden dalam pemberantasan korupsi, revisi UU KPK hanya sekedar tambal sulam. Contohlah bagaimana Singapore dan Hong Kong berhasil dalam meminimalisir korupsi hingga saat ini," kata Alex.
Alex pun membandingkan dengan Singapura yang memiliki satu lembaga pemberantasan korupsi yakni Corrupt Practices Investigation Bureau atau CPIB. Kemudian, kata Alex, di Hongkong ada lembaga pemberantasan korupsi juga yakni Independent Commission Against Corruption (ICAC).
"CPIB dan ICAC secara konsisten mendapat dukungan penuh dari pemerintahan yang berkuasa. Sekarang tinggal keputusan pemerintah bagaimana menjadikan KPK sebagai lembaga," kata Alex.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul buka peluang untuk merevisi Undang-undang KPK Nomor 19 Tahun 2019. Revisi itu mungkin saja dilakukan karena banyak perdebatan.
Hal itu diungkap Bambang Pacul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Pengawas atau Dewas KPK di Gedung DPR RI, Rabu, 5 Juni 2024.
"Kita bisa lakukan revisi karena ini sudah tahun 2019 juga UU-nya kan. Sudah lima tahun lah, bisa kita tata ulang karena banyak yang komplain juga," kata Bambang Pacul.
Bambang Pacul menyebut pihaknya akan terbuka menerima masukan dari Dewas KPK terkait revisi UU tersebut. Termasuk jika Dewas KPK menyampaikan masukan soal pencopotan pimpinan KPK.
"Di tentara Pak, kalau pelanggaran kode etik itu di sidang tertutup. Tapi, keputusan ketika pangkat dicabut pakai upacara militer Pak, dicopot pangkatnya, ngeri juga," ujar politikus PDIP tersebut.