Novel Baswedan Terkejut
- VIVA/Yeni Lestari
Jakarta - Mantan Penyidik KPK, Novel Baswedan mengaku heran karena Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh.
Novel menilai penuntutan yang dilakukan KPK bersifat atributif, bukan delegatif. Sebab, kata dia, penuntutan yang dilakukan KPK sudah lebih dari 15 tahun.
"Saya berpandangan bahwa penuntutan KPK itu bersifat atributif ya, bukan delegatif. Dalam konteks ini tentunya terkejut saja, karena proses penuntutan yang dilakukan KPK itu sudah sangat lama, sudah lebih dari 15 tahun," kata Novel di Jakarta Pusat, Selasa, 28 Mei 2024.
Novel menilai, jika majelis hakim menganggap penuntutan KPK bersifat delegatif, maka hukum di Indonesia mengalami kemunduran. Oleh karenanya, KPK meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim PN Tipikor terkait kasus yang melibatkan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
"Dan baru kali ini kemudian pandangannya agak sedikit berbeda ya. Tentu ini menurut saya kemunduran ya," kata Novel.
Disisi lain, Novel mendorong KPK agar tetap menjalankan proses penegakan dan penindakan sebagaimana mestinya. Menurutnya, langkah tepat sudah diambil KPK terutama terkait upaya agar KPK tetap independen dalam melakukan penindakan.
"Saya tentunya mendorong agar KPK tetap menjalankan proses penegakan atau penindakannya dengan sebagai penuntutan, tentunya dalam konteks ini penuntutan," ucapnya.
Novel juga tetap menghormati segala keputusan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara Hakim Agung Nonaktif, Gazalba Saleh.
"Tentunya walaupun saya menghormati putusan pengadilan atau putusan hakim," tuturnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat telah mengabulkan eksepsi Hakim Mahkamah Agung (MA) nonaktif, Gazalba Saleh dalam kasus penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hakim pun mengungkapkan alasan eksepsi Gazalba Saleh bisa diterima.
Hakim ketua Fahzal Hendri mengatakan dakwaan jaksa dari KPK tidak bisa diterima, karena dalam kasus korupsi Gazalba Saleh belum mendapatkan surat perintah penunjukan pendelegasian kewenangan dari Jaksa Agung.
"Namun, jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK, tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas Single Prosecution System," ujar Hakim Fahzal di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor pada Senin, 27 Mei 2024.
Sementara itu, Anggota Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menjelaskan bahwa KPK memiliki tugas dan fungsi melakukan penuntutan umum. Tetapi, Jaksa KPK yang mendapatkan tugas untuk memberikan dakwaan ke Gazalba Saleh belum mendapatkan pendelegasian dari Jaksa Agung.
Pontoh menjelaskan, bahwa pemberian delegasi dari Jaksa Agung itu sudah diberikan lewat Sekretariat Jenderal KPK. Tetapi, surat perintah tersebut tidak definitif.
"Menimbang bahwa surat perintah Jaksa Agung RI tentang penugasan jaksa untuk melaksanakan tugas di lingkungan KPK, dalam jabatan Direktur Penuntutan pada Sekretaris Jenderal KPK tidak definitif. Artinya, tidak disertai pendelegasian wewenang sebagai penuntut umum, dan tidak adanya keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan wewenang serta instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang," lanjutnya.