Iran Selidiki Kemungkinan Sabotase Kecelakaan Helikopter Ebrahim Raisi, Menurut Pakar
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana mengatakan Iran akan tetap mendukung Hamas pasca-wafatnya Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter, Minggu, 19 Mei 2024.
"Yang pasti dengan wafatnya Presiden Raisi yang digantikan Wakil Presiden Iran Mohammad Mokhber, maka kebijakan terhadap Israel, AS maupun Hamas tidak akan berubah secara signifikan," katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut pakar hukum internasional yang juga rektor Universitas Jenderal A. Yani itu, Iran akan memusuhi Israel dan Iran akan tetap mendukung Hamas. "Dan Iran akan selalu dicurigai AS," kata Hikmahanto.
Terkait dengan wafatnya Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter sekembali dari menghadiri pembukaan bendungan di perbatasan Iran dengan Azerbaijan pada Minggu itu, ia mengatakan semua pihak harus menunggu hasil penyelidikan yang diturunkan oleh Pemerintah Iran.
"Dalam proses penyelidikan ini, semua kemungkinan saya yakin akan diperhitungkan mulai dari defect (cacat, red) yang ada di helikopter, human error (kesalahan manusia), dan cuaca hingga bahkan kemungkinan adanya sabotase," kata Hikmahanto.
Sebelum ada hasil yang definitif maka tidak bisa dilakukan analisis karena analisis dan pengambilan kebijakan yg didasarkan pada asumsi itu akan sangat berbahaya, katanya.
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran Ayatollah Seyyed Ali Khamenei telah menunjuk Wakil Presiden Iran Mohammad Mokhber sebagai kepala Eksekutif.
Pemimpin Tertinggi Iran mengumumkan penunjukan tersebut pada Senin atau sehari setelah Presiden Ebrahim Raisi dan tim pendampingnya menjadi martir dalam kecelakaan helikopter yang terjadi di barat laut Provinsi Azerbaijan Timur Iran.
Ayatollah Khamenei mengeluarkan pesan belasungkawa, di mana dia mengatakan bahwa Mokhber akan mengambil alih kekuasaan berdasarkan Pasal 131 Konstitusi Iran.
Dia juga menugaskan Mokhber serta ketua kehakiman dan ketua parlemen untuk mempersiapkan pemilihan presiden baru dalam waktu paling lama 50 hari. (ant)