Tunjangan Bawaslu Dituding Bentuk Politisasi pada Pemilu, MK Nyatakan "Dalil yang Mengada-ada"
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic Foekh mengatakan dalil bahwa kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan tunjangan kinerja (tukin) Bawaslu itu adalah dalil yang keliru sebagaimana dia katakan dalam pembacaan putusan sengketa hasil Pilpres 2024 di MK, Jakarta, Senin, 22 April 2024.
"Bahwa pihak terkait menerangkan dalil pemohon tentang kenaikan gaji dan tunjangan penyelenggaraan pemilu di momen kritis adalah dalil yang keliru dan mengada-ngada," kata Daniel.
Daniel menyebutkan bahwa dalil yang diajukan soal kenaikan tukin Bawaslu sebagai bentuk politisasi pada Pemilu 2024. Tetapi pihak termohon justru tak menanggapi soal dalil gugatan itu.
Pasalnya, kenaikan tukin Bawaslu itu sudah menjadi rencana Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Kenaikan tukin Bawaslu sudah menjadi program menteri setiap tahun.
"Hal tersebut merupakan program [Kementerian] PAN-RB yang telah ditetapkan para tahun anggaran sebelumnya pemberian dilakukan dakam bentuk tunjangan berbasis capaian kinerja dan bukan kenaikan gaji sebagaimana didalilkan Pemohon. Program tersebut jelas tidak ada kaitannya dengan Presiden apalagi dihubungkan dengan kontestasi Pemilu 2024," kata Daniel.
Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2024 tentang tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada Senin, 12 Februari 2024, sehingga sudah mulai berlaku.
Pertimbangan diterbitkannya Peraturan Presiden tentang tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu di antaranya bahwa sesuai dengan capaian hasil pelaksanaan reformasi birokrasi, Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum telah memenuhi kriteria untuk diberikan penyesuaian tunjangan kinerja.
“Bahwa Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum, sudah tidak sesuai dengan perkembangan capaian hasil pelaksanaan reformasi birokrasi sehingga perlu diganti,” bunyi Peraturan Presiden dikutip pada Selasa, 13 Februari 2024.