Bahlil soal Presiden Jokowi Diminta Hadiri Sidang Sengketa Pilpres: Terlalu Lebay
- Antara
Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk hadir dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menilai desakan itu terlalu berlebihan.
"Sudahlah, terlalu lebay," kata Bahlil kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 8 April 2024.
Meski dinilai berlebihan, Bahlil menyerahkan kembali keputusan terkait pemanggilan Jokowi itu kepada hakim konstitusi. Dia hanya menekankan bahwa tidak semua permintaan dari pemohon ataupun kubu dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar-Mahfud harus dipenuhi hakim konstitusi.
"Ya tergantung hakim konstitusi saja apa yang diputuskan, tapi saya yakin terlalu jauhlah itu. Hakim itu kan tahu aturan, tahu mekanisme, tidak semuanya apa yang diminta juga dipenuhi oleh hakim," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat buka suara soal dorongan Koalisi Masyarakat Sipil agar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) hadir ke dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Hakim Arief menilai pemanggilan Jokowi kurang elok dilakukan.
Hal itu disampaikan Hakim Arief dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat, 5 April 2024.
Awalnya, Hakim Arief menyebut Pilpres 2024 penuh dengan hiruk pikuk. Salah satunya karena muncul dalil cawe-cawe kepala negara. Dalil itu sempat diungkap pemohon yakni kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Yang terutama mendapat perhatian yang sangat luas dan kemudian didalilkan oleh pemohon, itu cawe-cawenya kepala negara," kata Hakim Arief di ruang sidang.
Terkait cawe-cawe itu, Hakim Arief pun menilai apakah harus MK memanggil Jokowi untuk hadir ke sidang sengketa Pilpres 2024. Sebab menurutnya pemanggilan itu kurang elok dilakukan.
"Nah cawe-cawe kepala negara ini, mahkamah sebetulnya juga apa iya kita memanggil kepala negara, presiden RI? Kelihatannya kan kurang elok karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan," ungkapnya.
Kata Arief, kalau Jokowi hanya kepala pemerintahan mungkin ada peluang untuk memanggilnya ke sidang sengketa Pilpres 2024. Namun, Jokowi menyandang status sebagai presiden dan kepala negara, hal itu tidak dilakukan.
MK pun kata Hakim Arief akhirnya memutuskan untuk memanggil menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju dibandingkan Jokowi.
"Presiden sebagai kepala negara, simbol negara yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder. Maka kita memanggil para pembantunya dan pembantunya ini yang terkait dengan dalil pemohon," pungkas Arief.