ICW: Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan di Tempat, Tak Ada Sokongan Pemerintah

Diskusi pemberantasan korupsi di KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta – Peneliti Indonesian Corupption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini belum bisa dibilang baik-baik saja. Hal itu juga didukung lewat hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) kepada KPK.

Hal itu disampaikan Kurnia ketika melakukan diskusi bersama pimpinan KPK bertajuk Diskusi "Pemberantasan Korupsi: Refleksi dan Harapan" di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 2 April 2024.

"Kita agak sulit mengatakan pemberantasan bahwa pemberantasan korupsi kita baik-baik saja. Dari tolak ukur IPK misalnya, Tahun 2023 kalau diperkecil lagi melihat pola satu tahun terakhir memang terkesan stagnan angka 34," ujar Kurnia di lokasi.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana

Photo :
  • Antarafoto/Kurnia Ramadhana

Namun begitu, Kurnia mengatakan bahwa IPK KPK pada tahun 2019 itu justru mengalami penurunan yang signifikan. Kurnia juga menjelaskan bahwa tolak ukur IPK mengalami kesamaan pada tahun 2023 dan 2014.

Maka itu, Kurnia mengultimatum bahwa pemberantasan korupsi selama ini hanya bergerak di tempat saja tak menjalar kemanapun. Hal itu karena tidak ada peningkatan lewat hasil IPK.

"Tapi kalau kita tarik dari 2019 ke 2020 di mana anjlok tiga poin, bahkan kalau ditarik ke 2014 kalau kita mengikuti tolak ukur rezim presiden Jokowi, ternyata angka IPK 2023 dan angka IPK ketika Pak Jokowi resmi jadi presiden sama angkanya," kata dia.

"Artinya pemberantasan korupsi kita jalan di tempat. Sembilan tahun terakhir praktis tidak ada dukungan politik hukum pemerintah untuk menyokong agenda pemberantasan korupsi. Itu potret pemberantasan korupsi secara umum," imbuhnya.

Adapun pelemahan yang terjadi dalam memberantas korupsi di lembaga antirasuah itu terjadi lantaran terjadi pada lingkupnya sendiri. Sebelumnya, KPK masih memiliki independensi lantaran hanya memiliki dua kelemahan yakni pemerintah dan DPR.

Ilustrasi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

"Pelemahan yang terjadi di KPK hari ini bisa kita lihat dari tiga indikator. Pertama dari eksternal, misalnya pemerintah dan DPR. Kedua pihak lain di luar pemerintah dan DPR.

"Wajar kalau masyarakat itu tidak lagi percara pada lembaga ini. Pertama, rentetan pelanggaran etik terus terjadi, bahkan ada paket kombonya. Tidak hanya etik, tapi juga dugaan tindak pidana korupsi yang menerpa lembaga ini yang justru dilakukan pucuk pimpinan tertinggi lembaga ini yaitu Firli Bahuri. Syukur orangnya sudah tidak lagi di KPK. Kalau ada saya gak yakin ada diskusi publik ini," lanjutnya.