Rugikan Negara Rp32,7 Miliar, Mantan Bupati Samosir Dituntut 4 Tahun Penjara

Mantan Bupati Samosir, Mangindar Simbolon saat dilakukan penahanan oleh penyidik Kejati Sumut.(B.S.Putra/VIVA)
Sumber :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Sumatera Utara  – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Bupati Samosir, Mangindar Simbolon (66) dengan hukum penjara selama 4 tahun penjara. Sidang dengan agenda tuntutan, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat 8 Maret 2024.

"Meminta kepada majelis mengadili dan memeriksa perkara ini, untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mangindar Simbolon, dengan pidana hukum kurung penjara 4 tahun," ucap JPU, Erik Sarumaha.

Dalam amar tuntutan JPU, Bupati Samosir periode 2005-2010 dan 2010- 2015 itu, dinilai terbukti bersalah  dalam dakwaan subsider Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tentang Tindak Pidana Korupsi. 

Mantan Bupati Samosir, Mangindar Simbolon saat dilakukan penahanan oleh penyidik Kejati Sumut.(B.S.Putra/VIVA)

Photo :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Mangindar diduga terlibat korupsi pengalihan status kawasan hutan yang merugikan negara Rp 32,7 Miliar. Saat itu, Mangindar masih menjabat Kepala Dinas Kehutanan Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir, yang kini menjadi Kabupaten Toba.

"Meminta juga kepada majelis hakim, memberikan hukuman tambahan, berupa denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan,” ucap Erik, Jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut.

Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, majelis hakim diketuai oleh As'ad Rahim menunda sidang hingga pekan depan, dengan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi disampaikan terdakwa.

Berdasarkan dakwaan di Sistem Penelusuran Pengadilan Medan (SIPP) Pengadilan Negeri Medan, kasus yang menjerat Mangindar bermula pada tahun 2000, kala itu Mangindar yang menjabat Kadis Kehutanan Tobasa.

Awalnya pada tanggal 26 Januari 2000 Mangindar mengusulkan penataan dan pengaturan areal 500 hektar kawasan hutan di Desa Partungko Naginjang di Jalan Tele-Sidikalang, Tapanuli Utara ke Bupati Toba Samosir (Tobasa) saat itu, Sahala Tampubolon.

Rencananya, areal itu akan diperuntukkan untuk merelokasi masyarakat yang menduduki dan merambah kawasan hutan Tele. Di tempat itu juga direncanakan untuk pengembangan budidaya pertanian dan hortikultura bagi masyarakat setempat.

Sahala lalu menerima usul Mangindar, dia kemudiabn membentuk tim dengan surat keputusan Bupati Toba Samosir nomor 309 tahun 2002 tanggal 4 September 2002.

Di tim itu Mangindar menjabat sebagai wakil ketua, di tim itu juga ada Bolluson Pasaribu, selaku Kepala Desa Partungko Nginjang.

Selanjutnya saat menjalankan tugasnya, Mangindar menjelaskan ke Tim nya dengan memperlihatkan Peta Tata Batas Kawasan Hutan Tele Hariara Pintu. Dia menyatakan areal yang dicadangkan itu, terletak pada areal penggunaan lain (APL) bukan merupakan kawasan Hutan Lindung Tele.

Padahal areal tersebut merupakan Kawasan Hutan Lindung Tele berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian N0.923/KPTS/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982.

Dan apa yang disampaikan Mangindar, juga belum ditandatangani secara lengkap oleh pejabat berwenang. 

Namun setelah mendengar penjelasan dari Mangindar, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba Samosir selaku anggota tim, melakukan pengukuran terhadap tanah di sana. 

Selanjutnya Kepala Desa Bolusson Pasaribu mengusulkan kelompok masyarakat yang akan menggarap tanah tersebut. Selanjutnya pembukaan lahan di sana disetujui Sahala. 

Terdakwa kemudian menerbitkan SK Bupati Tobasa No 281 tentang izin membuka tanah untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang pada 26 Desember 2003.

Kemudian diketahui bahwa ada 350 hektar yang dibagikan ke masyarakat, padahal berdasarkan keputusan menteri pertanian No.923/KPTS/Um/12/1982 27 Desember 1982, bahwa dari tanah yang dibagikan 234 hektar di antaranya merupakan kawasan hutan lindung dan 116 di antaranya masuk ke area penggunaan lain (APL).      

Atas keterlibatannya dalam proses mengeluarkan izin lahan tersebut, berdasarkan laporan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Wilayah Sumatera Utara Nomor : R-28/PW02/5.2/2021 tanggal 15 Juni 2021, negara mengalami kerugian Rp.32.740.000.000.