Cara Bahtiar Ciptakan Generasi Muda Produktif Guna Wujudkan Indonesia Emas 2045
- Istimewa
Jakarta – Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) mendorong terciptanya generasi muda yang produktif untuk mendukung cita-cita Indonesia Emas 2045. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, MIPI menggelar Prominent Leader Academy (PLA) yang diikuti oleh para generasi muda dari berbagai wilayah Indonesia, seperti Pekanbaru, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.
Ketua Umum (Ketum) MIPI yang juga Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan, MIPI hendak menyiapkan pemimpin milenial dari kalangan muda untuk melanjutkan pembangunan di Indonesia 20 tahun ke depan atau Indonesia Emas.
Dia mendorong agar narasi Indonesia Emas ini harus dirapikan, dipertajam lebih dalam, dan dieksplor lebih terbuka, dengan melihat kemampuan planet bumi dan daya dukung alam.
“Kita harus berpikir lebih sistemik dan lebih konkret, untuk mewujudkan Indonesia Emas, dan menyiapkan generasi kita ini. Baik yang sedang sekolah, dan mungkin juga ada program khusus masyarakat kita yang sedang tidak sekolah, anak-anak muda kita. Bagaimana yang sudah terlanjut tidak sekolah? Sudah terlanjut cuma SD, SMP, SMA, tapi dia kita ubah menjadi manusia produktif,” kata Bahtiar pada acara Prominent Leaders Academy: Konvensi Nasional dan Closing Program di Hotel Bidakara, Minggu, 3 Maret 2024.
Selaku Penjabat (Pj.) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Bahtiar menghubungkan implementasi Indonesia Emas dengan Sulsel. Dia menanyakan, bisakah Sulsel menjadi bagian dari Indonesia Emas?
Menjawab pertanyaan tersebut, dia memaparkan pertumbuhan ekonomi di Sulsel baru 4,05 persen. Sementara di dalam ilmu ekonomi, untuk menuju Indonesia Emas, minimal pertumbuhan rata-ratanya 7 hingga 8 persen. Guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut, Pemerintah Provinsi Sulsel membangun ekonomi kerakyatan dengan mencetak petani-petani, peternak-peternak, dan petambak-petambak milenial.
“Sulsel, kami bisa menggerakkan ekonomi kerakyatan dengan menggunakan, menyambungkan kehidupan UMKM, pertanian, perikanan, kelautan, dan peternakan. Ini dengan perbankan, dengan menggunakan fasilitas KUR, Kredit Usaha Rakyat,” terangnya.
Bahtiar menambahkan, di dunia ini tidak banyak negara yang mampu melompat dari negara ekonomi sedang menuju ekonomi maju, hampir sebagian besar gagal, termasuk negara Filipina. Pada tahun 2045 nanti akan menjadi titik menentukan apakah Indonesia melompat menjadi negara maju, ataukah tetap terjebak pada middle income trap atau terjebak dalam pendapatan menengah.
Menurutnya ini bukan pekerjaan mudah, salah satu yang perlu mendapat pembenahan adalah terkait pendidikan. Ia menuturkan, kampus/sekolah tidak bisa menjadi jembatan antara manusia yang bisa mengelola alamnya dengan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan di sekolah atau di kampus.
Di dalam PLA, dia berharap, materi yang diberikan bersifat tematik dan konkret, seperti membahas terkait sektor spesifik, pertanian/perkebunan, peternakan, dan perikanan/kelautan.
“Maka gagasan saya adalah, tahun depan jika ini dilanjutkan, Ford Foundation atau siapa pun direkturnya saya sarankan tematik. Biar lebih spesifik. Kalau menyiapkan petani milenial, petani milenial. Kalau petambak milenial, sudah itu saja,” ujarnya.
Ia mengatakan, ketika pihaknya berkeliling kampus di Sulsel, provinsi ini memiliki luas wilayah laut empat kali lipat, tetapi kampus pendidikan di Sulsel belum mengajari bagaimana mengolahnya. Termasuk yang pengetahuan dan keterampilan spesifik terkait pertambangan nikel atau dengan kata lain, sumber daya yang tersedia belum dikelola secara maksimum.
“Ada sesuatu yang bisa kita ubah serius, langkah extraordinary bahasa saya, mengenai metode, pendidikan, cara, dan berbagai instrumen pendidikan. Benar-benar tidak nyambung antara alam dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini kan jembatan antara manusia yang hidup di atasnya dan alamnya,” tandasnya.