MK Sebut Perubahan Ambang Batas Parlemen Harus Perhatikan 5 Poin Ini
- MK
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, harus segera diubah sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029.
Menurut MK, ketentuan ambang batas parlemen 4 persen tidak didasarkan pada metode dan argumen yang memadai, sehingga telah menimbulkan disproporsionalitas hasil pemilu karena tidak proporsionalnya jumlah kursi di DPR dengan suara sah secara nasional.
Demikian disampaikan MK dalam putusan perkara 116/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis, 29 Februari 2024. Judicial Review itu diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan ambang batas parlemen termasuk besaran atau persentase dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan rasionalitas. Namun secara faktual prinsip-prinsip tersebut telah tercederai karena berakibat banyak suara pemilih yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi di DPR, sehingga menciptakan disproporsionalitas sistem pemilu proporsional yang dianut," kata majelis MK dalam putusannya.
MK menilai ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentasenya merupakan kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang. Yang terpenting, kata majelis MK, penentuan ambang batas parlemen tersebut harus menggunakan dasar metode dan argumentasi yang memadai sehingga mampu meminimalisir disproporsionalitas antara suara sah dengan penentuan jumlah kursi di DPR RI, sekaligus memperkuat penyederhanaan partai politik.
MK sendiri berpandangan bahwa ambang batas parlemen 4 persen yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak punya dasar rasionalitas yang jelas. Karena itu, perlu diubah sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029 dengan memperhatikan 5 poin.
Pertama, ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Ketiga, perubahan ambang batas parlemen harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik.
Keempat, lanjut MK, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.
Dan Kelima, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Diketahui, dalam permohonannya, Perludem mempermasalahkan penetapan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional sebagai dasar menentukan perolehan kursi parlemen. Perludem menilai ketentuan ambang batas telah menyebabakan hilangnya suara rakyat yang tidak terkonversi menjadi kursi DPR.