Film Dirty Vote, Rocky Gerung: Menegur Tangan Kekuasaan yang Tiba di Kotak Suara

Pengamat politik, Rocky Gerung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Uki Rama (Malang)

VIVA –  Pengamat politik, Rocky Gerung, menanggapi terkait tudingan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menyebutkan film dokumenter Dirty Vote adalah film yang berisi fitnah.

Dalam keterangannya, Rocky Gerung mengatakan bahwa dirinya mengaku setuju film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono ini merupakan film yang berisi fitnah. Namun, kata dia, fitnah dalam film tersebut bagus dan ada datanya.

”Saya setuju (Dirty Vote disebut film) fitnah, tapi fitnah yang bagus. Fitnah yang ada datanya,” kata Rocky Gerung saat ditemui usai mengisi acara diskusi di Universitas Widyagama, Kota Malang, pada Senin, 12 Februari 2024. 

Rocky Gerung juga menilai, kehadiran film Dirty Vote saat masa tenang Pemilu 2024 itu sangat bagus. Sebab, kata dia, film itu bisa menjadi salah satu upaya untuk mengkritik penyalahgunaan kekuasan pada Pemilu 2024. 

Seperti diketahui, ujar Rocky Gerung, pesta demokrasi saat ini dikotori oleh dugaan-dugaan kecurangan yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa, mulai dari Presiden Jokowi, TNI-Polri hingga KPU itu sendiri.

”Sangat bagus (hadir saat masa tenang Pemilu 2024) untuk menegur tangan kekuasaan yang tiba di kotak-kotak suara. Film itu justru untuk mem-back up agar Pemilu jujur dan adil, bukan untuk membatalkan Pemilu,” ujarnya 

”Artinya, film itu untuk menjelaskan Pemilu harus berjalan jujur dan adil. Supaya jujur dan adil, eksekutif tidak boleh tiba di kotak suara. Karena itu, disebut Dirty Vote. Jadi, jangan sampai ada suara hitam,” tuturnya.

Terkait TKN Prabowo-Gibran yang meragukan kapasitas tiga ahli hukum tata negara yang menjadi pemeran dalam film Dirty Vote, Rocky Gerung menyebutkan, yang seharusnya diragukan adalah mereka sendiri.

Menurutnya, kapasitas Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari sebagai ahli tata hukum negara tidak diragukan. Ketiganya, kata Rocky Gerung, merupakan orang yang memang menjadi ahli di Mahkamah Konstitusi (MK). 

”Bivitri, Ucen (Zainal Arifin Mochtar), dan Feri itu orang yang setiap hari ada di MK sebagai ahli. Jadi, tahu. Bukan tiba-tiba nongkrong disitu sebagai tukang bakso,” ungkap akademisi yang juga pengamat politik ini.

Sebagai informasi, film dokumenter Dirty Vote resmi tayang ke publik lewat kanal YouTube pada Minggu, 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB atau bertepatan dengan masa tenang Pemilu 2024.   

Film berdurasi 1 jam 57 menit itu adalah film keempat yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono dengan mengambil momentum pemilu. Pada 2014, Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film yang berjudul Ketujuh. 

Pada 2017, Dandhy menyutradarai Jakarta Unfair menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta. Dua tahun kemudian, dia menyutradarai film Sexy Killers yang tembus 20 juta penonton di masa tenang Pemilu 2019.

Sebagaimana diketahui, film Sexy Killers membongkar jaringan oligarki yang bercokol pada kedua pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2019, yaitu Jokowi-Maruf Amin versus Prabowo-Hatta.

Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya, di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas Civil Society Organization (CSO) atau kelompok masyarakat sipil.

Tercatat ada 20 lembaga yang terlibat kolaborasi dalam pembuatan film Dirty Vote ini, yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, dan Fraksi Rakyat Indonesia.

Kemudian, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.