Pentingnya Isu Moderasi Beragama Hadir di Dunia Maya
- VIVA/Trisya Frida
Semarang – AICIS 2024 yang tengah berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang memasuki hari ke-3 dengan pembahasan menarik tentang moderasi beragama. Pada Plenary Session 2 dengan tema ‘Fiqih and Religious Moderation in Global Context’ (Fiqih dan Moderasi Beragama dalam Konteks Global), Prof. Kamaruzzaman, Presiden AMAN & UIN Ar-Rainry, menyoroti pentingnya isu moderasi beragama hadir di dunia maya.
“Kalau ada di alam maya, ada virtual social setting. Nah, isu-isu moderasi beragama harus bisa masuk kepada virtual sosial setting itu,” kata Prof. Kamaruzzaman saat konferensi pers di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang pada Sabtu, 3 Februari 2024.
Dalam sesi tersebut, Prof. Kamaruzzaman mengungkapkan bahwa isu moderasi beragama harus dapat masuk ke dunia virtual, khususnya dalam setting sosial maya. Ia mencontohkan kasus media sosial TikTok, di mana kata-kata terkait moderasi beragama masih kurang populer dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya.
“Tugas kita adalah mempromosikan informasi-informasi keagamaan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Itu yang tadi saya katakan serba automatic product of knowledge bisa mencerahkan para pengguna (media sosial, red),” katanya.
Menurutnya, hal ini dapat berpengaruh signifikan terhadap kesadaran manusia, karena moderasi beragama bukan hanya tentang pikiran, tetapi juga tentang kesadaran.
Prof. Kamaruzzaman juga menekankan perlunya rekayasa sosial baru di dunia maya untuk membahas kesadaran, khususnya terkait moderasi beragama. Ia menyoroti konsep fundamental dalam rekayasa sosial di dunia maya, terutama dalam membangun komunitas dan mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama.
“Konsep-konsep mendasar dalam rekayasa sosial di alam maya, pertama, kita bicara pada level komunal atau kelompok. Bagaimana kelompok-kelompok komunal ini bisa mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama. Berapa di antara kita ini bisa menjadi agen dalam hal itu. Kemudian, konsepnya. Konsep ini yang kita maksud adalah konsep yang bisa mengubah cara berpikir masyarakat,” ujarnya lagi.
Selain Prof. Kamaruzzaman, Plenary Session 2 juga dihadiri oleh tiga pembicara lainnya, yaitu Prof. Madya Dr. Kamaluddin Marjuni dari Universiti Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam, Prof. Rahimin Afandi bin Abdul Rahim dari University of Malaya, Malaysia, dan Assistant Professor Dr. Jassim Mohammed Harjan dari University of Baghdad, Iraq. Acara ini menjadi forum diskusi yang penting untuk merangkai pemikiran dan solusi terkait moderasi beragama di era digital.