Pakar: Hasil Kinerja Satgas TPPU Rp 349 Triliun Patut Dipertanyakan

Yenti Garnasih
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta - Masa tugas Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang, Satgas TPPU, yang diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD selesai pada Desember 2023.

Satgas TPPU selama delapan bulan melakukan supervisi atas laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), termasuk dugaan pencucian uang senilai Rp 349 triliun.

Pakar Hukum TPPU, Yenti Garnasih, mempertanyakan kinerja Satgas TPPU yang belum optimal, karena kurang transparansi dan lambannya penindakan hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang terutama komoditi emas.

“Kinerja dan capaian serta gunanya dibentuk Satgas TPPU harus dipertanyakan. Kenapa kasus-kasus korupsi jual beli emas dengan modus penyalahgunaan kewenangan/jabatan tidak segera dituntaskan. Apalagi kerugian negara mencapai triliunan rupiah,” kata Yenti dikutip pada Senin, 29 Januari 2024.

Menurut dia, tindak pidana pencucian uang bukan kasus yang bisa dipandang sebelah mata. Apalagi, kata dia, kerugian yang diakibatkan dari kejahatan itu menimbulkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Makanya, sangat berbahaya jika tidak diteruskan pengusutannya ditengah situasi politik.

“Kalau benar Satgas TPPU tidak bicara TPPU, tentu saja aneh dan harus dipertanggungjawabkan pada masyarakat secara tanggung gugat (check and balances). Masyarakat harus tahu apa saja hasil capaian pembentukan Satgas, jangan hanya sebagai kegiatan yang menghamburkan anggaran negara. Terkait tidak ada TPPU-nya, artinya uang hasil kejahatan masih berseliweran dalam situasi saat ini tahun politik, sangat berbahaya,” ujarnya.

Jadi, Yenti berharap ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum (APH) atas apa yang telah diproses oleh Satgas TPPU karena telah habis masa tugasnya pada Desember 2023. Terutama, kata dia, kasus dugaan importasi emas yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 189 triliun.

“Kejahatan terkait komoditi emas, penyelundupan (kejahatan kepabeanan) itu begitu besar menimbulkan kerugian negara. Artinya hasil kejahatan itu mengalir entah ke mana, kepada siapa dan bermuara di siapa? Sudah sekian lama jadi pasti sudah terjadi TPPU. Pelacakan dimulai dengan penggeledahan dan penyitaan sebagai hasil kejahatan untuk TPPU, termasuk bila yang terlibat termasuk korporasinya. Ini yang harus didalami,” jelas dia.

Sementara pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda mengatakan satgas itu dibentuk karena kurang sinerginya antara PPATK dengan aparat penegak hukum (APH). Namun, kata dia, apabila PPATK dengan penegak hukum sudah sinergi maka Satgas TPPU tidak diperlukan lagi.

“Satgas bukan penegak hukum. Dalam pemahaman saya, Satgas TPPU hanya menjembatani antara tugas PPATK dan penegak hukum, dimana terkesan banyak hasil pemeriksaan PPATK seperti tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum (Polisi, Kejaksaan atau KPK). Kalau antara PPATK dengan penegak hukum sudah sinergis, maka Satgas TPPU tidak diperlukan," kata Huda.

Namun, ia menilai kinerja penegak hukum buruk dalam merespons dan menindaklanjuti temuan-temuan PPATK. Selain itu, Huda berharap Kejaksaan dan Bea Cukai dapat menindaklanjuti temuan PPATK atau Satgas TPPU terkait kasus komoditi emas.

"Kinerjanya belum kelihatan dalam menindaklanjuti temuan PPATK ataupun Satgas TPPU. Memang kinerja aparat penegak hukum yang buruk. Dalam masa pemilu banyak sekali transaksi mencurigakan,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyampaikan masa tugas Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Rp 349 triliun telah berakhir pada 31 Desember 2023. Satgas TPPU dibentuk sejak April 2023.

“Satgas TPPU dibentuk berdasarkan hasil keputusan Komite Nasional TPPU pada April 2023, dan disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI tanggal 11 April 2023. Masa tugas Satgas TPPU telah berakhir pada 31 Desember 2023,” kata Mahfud di kantornya pada Rabu, 17 Januari 2024.

Dalam kurun waktu 8 bulan, Mahfud selaku Ketua Komite Satgas TPPU menyampaikan hasil kerja yang dilakukan Satgas TPPU yakni melakukan supervisi dan evaluasi penanganan 300 surat informasi dengan nilai agregat lebih dari Rp349 triliun.

“Perkembangan yang paling signifikan dari kerja Satgas TPPU adalah penanganan surat LHP Nomor SR 205/2020, terkait kasus impor emas dengan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp189 triliun,” ungkapnya.

Sebelum ada Satgas TPPU, kata dia, kasus ini tidak berjalan. Namun dengan supervisi Satgas TPPU, lanjut Mahfud, kasus mulai diproses dengan mengungkap tindak pidana oleh penyidik dari Direktorat Jenderal Bea Cukai dan dugaan tindak pidana perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

“Status kasus kepabeanan inportasi emas grup SB telah naik ke tahap penyidikan, sedangkan kasus perpajakan dalam tahapan pengumpulan bukti permulaan yang terdiri 4 wajib pajak, dengan perkiraan pajak kurang bayar mencapai ratusan miliaran rupiah,” jelas dia.

Ia menyebut kehadiran Satgas TPPU memberikan efek positif penyelesaian kasus-kasus serupa, baik penanganan dan penyelesaian tindak pidana asalnya maupun tindak pidana pencucian uangnya seperti kasus yang melibatkan oknum Bea Cukai di Makassar dan Jakarta.

“Jadi kasus itu berjalan penanganannya cukup baik, karena ada yang sekarang masuk ke penyidikan, ada yang sudah divonis. Terhadap kasus lainnya, saat ini sedang ditindaklanjuti oleh kejaksaan, kepolisian dan KPK,” pungkasnya.