Pakar Dukung Seruan Jaksa Agung agar Jajaran Tak Flexing: Itu Menjadi Bangunan Kepercayaan Publik

Ilustrasi jaksa.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Jakarta – Hasil jajak pendapat lembaga survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan, Kejaksaan Agung menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik dengan raihan 76,2 persen. Pencapaian ini naik dari sebelumnya yaitu di angka 73,8 persen. 

Menurut Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad, kejaksaan mengikuti harapan publik sebagaimana terekam dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut. 

Seperti jujur, bijaksana, dan adil (16,1%); menegakkan keadilan tanpa pandang bulu (10,5%); lebih adil (9,4%); bekerja lebih baik (8,4%); tidak jual beli kasus atau menerima suap (7,2%); transparan (6,7%); tegas (6,3%); mengusut kasus hingga tuntas (3,2%).

"Jadi, selama mampu bekerja secara profesional, secara prosedural, secara proporsional, dan berkeadilan, saya kira, akan membangun kepercayaan masyarakat," kata Suparji saat merespons survei Indikator Politik Indonesia tentang "Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Penegak Hukum dan Politik" dikutip Rabu, 24 Januari 2024.

Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Photo :
  • Dok. Kejagung

Suparji pun mendukung seruan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, agar jajarannya tidak memamerkan kekayaan (flexing). Sebab, kultur tersebut menjadi salah satu variabel yang membangun kepercayaan masyarakat terhadap Korps Adhyaksa.

"Pak Jaksa Agung mengatakan, 'Jangan flexing, jangan pamer kekayaan'. Itu pun menjadi bangunan, skema membangun kepercayaan masyarakat," katanya.

Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini mengatakan, Jaksa Agung sering kali memberikan pedoman tentang bekerja secara profesional, secara prosedural, secara proporsional, dan berkeadilan.

"Pernyataan sederhana Pak Jaksa Agung ketika (jaksa) akan memberikan tuntutan, bertanyalah kepada hati nurani yang paling dalam. Sesungguhnya itu adalah sebuah keadilan," katanya.

Suparji menambahkan, kejaksaan juga harus mampu mengembalikan kerugian negara dalam mengusut sebuah kasus korupsi. Sebab, hal tersebut menjadi salah satu keberhasilan penanganan sebuah perkara.

"Pemberantasan korupsi tidak berhasil selama hanya memenjarakan saja, tapi gagal mengembalikan kerugian keuangan negara. Maka, itu juga dianggap tidak berhasil. Oleh karenanya, penting bagaimana para jaksa itu secara sungguh dan serius memiskinkan pelaku korupsi," katanya.

Dalam survei Indikator Politik Indonesia tersebut, jika dibandingkan antarlembaga penegak hukum, kejaksaan menjadi institusi yang paling dipercaya publik dengan 76%. Lalu, disusul Polri 75% dan pengadilan masing-masing 75% serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 70%.

Survei Indikator ini dilakukan pada 30 Desember 2023-6 Januari 2024 dengan melibatkan 4.560 responden se-Indonesia, yang ditentukan secara stratified random sampling. Adapun toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.