Komitmen Anies Jika Ada Pejabat Tak Lapor LHKPN Bisa Kena Demosi
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Capres nomor urut satu Anies Baswedan berjanji bakal mengoptimalkan sanksi terkait dengan pejabat yang wajib menyetor Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Hal itu memang salah satu komitmen KPK dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang berkelanjutan di tahun 2024 nanti.
Anies memberikan sebuah ancaman kepada pejabat negara yang tak lapor harta kekayaannya ke KPK, maka akan di reposisi hingga demosi.
“Seperti yang dikatakan tadi adalah optimalisasi LHKPN. kami setuju bila tidak itu dilaksanakan maka bisa dilakukan demosi bahkan reposisi atau sangsi lain,” ujar Anies di acara Paku Integritas KPK digelar di gedung merah putih KPK pada Rabu 17 Januari 2024 malam.
Tak hanya itu, Anies berjanji akan memiskinkan koruptor dengan segera mengagendakan undang-undang perampasan aset. Menurutnya, hal itu tak bisa diganggu gugat.
“Lalu Kami lihat perlunya kita menuntaskan UU atau RUU perampasan aset. Koruptor harus dimiskinkan tidak ada pilihan lain. Ini adalah hukuman yang harus diberikan,” tutur Anies.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengundang tiga capres dan cawapres untuk menyampaikan komitmennya dalam memberantas korupsi di Indonesia jika terpilih di pilpres 2024 nanti. Pun, KPK meminta capres dan cawapres untuk komitmen membahas LHKPN untuk para pejabat negara nanti.
Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango mengatakan bahwa setiap pejabat nantinya diminta untuk memperhatikan Laporan Harta Penyelenggara Negara (LHKPN). Pasalnya, memang tidak ada sanksi yang berat untuk LHKPN itu.
"Penguatan instrumen LHKPN. UU 28/1999 yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pendaftaran serta pemeriksaan LHKPN, namun UU ini tidak menyebutkan sanksi yang tegas, selain sanksi administrasi untuk ketidakpatuhan terhadap kewajiban," ujar Nawawi di gedung merah putih KPK, Rabu 17 Januari 2024.
Nawawi menuturkan karena tidak adanya sanksi tegas maka KPK mengklaim seluruh pejabat melaporkan harta kekayaannya tidak sesuai dengan kepemilikannya. Maka itu, angka kepatuhan laporan harta kekayaan untuk para pejabat pun menurun.
"Akibatnya saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara," kata Nawawi.
"Pemeriksaan LHKPN dan kasus korupsi menunjukkan bahwa LHKPN hanya dianggap administratif dan tidak ada sanksi bagi LHKPN yang tidak mencantumkan seluruh harta," lanjutnya.
Nawawi pun ingin para capres dan cawapres bisa bergerak secara transparan akibat hal tersebut. Sebab, kerja nyata soal laporan harta kekayaan setiap pejabat negara masih riskan dan mudah terdeteksi tindak pidana korupsi.
"Realitanya penyelenggara negara yang tidak menyampaikan LHKPN secara lengkap dan benar LHKPN-nya tetap diangkat dalam jabatan pembantu presiden atau jabatan lainnya," tukasnya.