Jelang Tahun 2024, Ini Sederet PR Pemerintah di Sektor Maritim
- VIVA/Berton Siregar
Jakarta – Tahun 2023 tinggal hitungan hari menuju Tahun 2024. Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), Marcellus Hakeng Jayawibawa, mengatakan, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Pemerintah RI di sektor maritim pada tahun 2024 mendatang.
Dia pun memberikan sejumlah catatan yang perlu dicermati sepanjang Tahun 2023 di sektor Maritim agar dapat dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang. Berikut daftarnya:
Penetapan Landas Kontinen
Catatan yang pertama, menurut Hakeng adalah mengenai Penyelesaian Landas Kontinen Indonesia. Dia mengatakan, Penetapan Landas Kontinen untuk lebih memastikan kedaulatan dan keamanan wilayah bawah laut Indonesia.
"Jadi, Indonesia masih memiliki pekerjaan tertunda dalam hal penyelesaian batas landas kontinen sejauh 350 mil dari garis pantai sesuai UNCLOS 1982. Tugas ini harus dilaksanakan oleh pemangku kepentingan dalam hal ini ilmuwan Kelautan, Para Peneliti di Bidang Maritim dengan kapal-kapal risetnya. Ini penting untuk kemajuan Bangsa," kata Hakeng Dalam keterangan pers yang diterima, Kamis 28 Desember 2023.
Persoalan ZEE di Laut China Selatan
Persoalan selanjutnya yang mesti diselesaikan adalah mengenai Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE di Laut China Selatan. Menurutnya, Laut China Selatan (LCS) akan tetap menjadi salah satu wilayah 'panas' perseteruan.
Negara China Dan Vietnam akan mengklaim LCS merupakan milik negaranya. Sementara Indonesia juga mempunyai kepentingan dengan LCS mengingat pulau Natuna berada dekat laut tersebut.
China dan Vietnam secara terang-terangan Membangun pulau-pulau buatan. Jika berpedoman terhadap putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration/PCA) pada 12 Juli 2016 di Den Haag, Belanda, menyatakan, hak China atas seluruh wilayah Laut China Selatan tidak sah.
“Tindakan China dan Vietnam mendirikan pulau-pulau di LCS tak bisa dipandang sebelah mata. Langkah kedua negara itu berpotensi mengancam Kedaulatan Negara lain yang juga menginginkan dapat menggarap potensi perikanan, minyak dan gas yang ada di LCS," kata Capt. Hakeng.
Perluasan pulau Vietnam mengancam kepentingan dan keamanan negara Indonesia. “Reklamasi ilegal itu berpotensi mendorong timbulnya IUU dan kriminalitas yang lain di kawasan LSC," tegas Hakeng.
Ekspor Pasir Laut Indonesia
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dalam salah satu point di PP No 26/2023 tersebut diperbolehkan ekspor pasir laut ke Singapura.
Menurut Hakeng, PP No 26/2023 berpotensi merugikan Indonesia. Pengerukan pasir kemudian diekspor dapat mengganggu ketahanan nasional dari beberapa aspek.
Pengerukan pasir laut mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir. Sebab pasir laut jelas memiliki peran penting dalam mencegah abrasi, melindungi mangrove, dan menjaga garis pantai dari banjir dan intrusi air laut.
Keberadaan Pelabuhan Tikus
Hakeng mengutip data dari Kementerian Perhubungan, terdapat 3.227 pelabuhan di Indonesia pada 2021. Dari jumlah tersebut, ada 1.152 pelabuhan yang dikelola oleh terminal khusus, 930 pelabuhan dikelola terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS). Ada 70 pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia (Persero) (Pelindo). Sedangkan, sebanyak 1.075 pelabuhan dikelola oleh unit pelaksana teknis (UPT).
“Disamping pelabuhan-pelabuhan resmi yang dikelola oleh swasta dan Pemerintah, banyak juga pelabuhan tidak resmi atau yang lebih dikenal dengan sebutan pelabuhan tikus. Masifnya keberadaan pelabuhan tikus di Indonesia merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi,” jelas Capt. Hakeng.
Pengoptimalan Ekonomi Maritim Indonesia
Potensi penerapan ekonomi berbasis maritim yang dimiliki Indonesia sangatlah besar. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Potensi ekonomi maritim Indonesia mencapai USD 1.338 miliar per tahun atau lebih dari 20 ribu triliun rupiah, tersebar luas di beberapa sektor utama.
“Sektor perikanan memiliki potensi nilai ekonomi USD 787 miliar per tahun, sementara sektor pariwisata mencapai USD 283 miliar per tahun. Sektor pertambangan menunjukkan potensi sebesar USD 225 miliar per tahun, sektor energi mencapai USD 86 miliar per tahun serta sektor transportasi mencapai USD 20 miliar per tahun,” ungkap Hakeng.
Potensi ekonomi maritim yang besar dimiliki Indonesia dapat menciptakan lebih dari 45 juta lapangan kerja baru. Industri yang dapat dikembangkan dari sektor ekonomi maritim menurutnya yaitu pengolahan ikan seperti industri pengalengan, tepung ikan, dan perhiasan dari mutiara.
Kemudian Industri perkapalan seperti galangan kapal, pembuatan suku cadang kapal. Industri jasa pelayaran seperti pariwisata laut, hotel, restoran, dan jasa wisata bahari.
Ekonomi maritim juga dapat dimaksimalkan dari pertambangan laut seperti minyak, gas bumi, batu bara, dan mineral. Dari potensi Maritim juga bisa menghasilkan income dari energi laut seperti pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan ombak.
"Potensi transportasi laut sangat menjanjikan seperti pelayaran, pergudangan, dan logistik,” ungkap ujar Hakeng.