10 Tahun Tuntut Keadilan, Petani Kerapu Lampung Minta Hakim Hukum Pelindo Bayar Kerugian
- Istimewa
Lampung – Sebanyak 28 petani Keramba Jaring Apung (KJA) ikan kerapu di area pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Lampung, menuntut keadilan dan menggugat buntut pengerukan dilakukan PT Pelindo Panjang.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang (18/12/2023), para petani kerapu menilai aktivitas PT Pelindo mengakibatkan ikan mati mendadak secara massal karena limbah kerukan.
"Kami pembudidaya keramba ikan kerapu di pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, meminta kepada majelis hakim untuk memberikan keadilan. Kami sangat menderita dan ingin berusaha kembali dengan berbudidaya ikan lagi," kata Ali Alhadar, salah satu petani ikan kerapu, Selasa (19/12/2023).
Ali Alhadar mengaku, sejak kerusakan ekosistem tahun 2012 lalu para petani tidak bisa usaha dan mengais rezeki sehingga petani harus menanggung utang Bank.
"Kami tidak ada lagi usaha dan banyak utang yang harus dibayar termasuk utang di Bank. Kami juga terpaksa jual benda berharga untuk memenuhi kebutuhan hidup dan agar rumah kami tidak disita Bank," tuturnya Ali.
Hal senada dikatakan Nazly Purihati Sanie, bahwa dirinya meminta kepada majelis hakim mengabulkan tuntutan para petani ikan kerapu dengan ganti rugi.
"Kami minta majelis hakim memperhatikan kondisi keluarga petani khususnya anak-anak karena tidak ada tanggung jawab dari PT Pelindo," kata Nazly, petani ikan kerapu.
Penasehat hukum para korban, Sopian Sitepu mengatakan, proses hukum berjalan melelahkan mulai sejak 10 tahun lalu dari kepolisian, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung.
Puncaknya, pada 12 Maret 2018, Mahkamah Agung RI memutuskan pihak Pelindo Panjang bersalah atas proyek pendalaman alur pelabuhan. Namun, dua tahun setelah keputusan MA pun tak ada tanda-tanda ganti rugi dari Pelindo.
Karena belum ada tanda-tanda penggantian Forum Komunikasi Kerapu (Fokkel) mengadukan nasibnya ke DPRD Lampung agar PT Pelindo bersedia mengganti rugi Rp 235 miliar. Dalam pertemuan pada tahun 2020 pihak Pelindo belum bisa memastikan mereka akan melaporkan ke pusat.
Sopian Sitepu memastikan, dalam perkara ini petani akan terus berjuang sampai tuntutan dipenuhi. "Terakhir upaya hukum yang kami lakukan mengajukan gugatan ke pengadilan. Gugatan kami tinggal menunggu putusan majelis hakim," kata Sopian Sitepu.
Sopian Sitepu menambahkan, dari hasil pemeriksaan setempat oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan para pihak penggugat bahwa tidak ada dokumen analisis lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan Permenhub 52 tahun 2011 serta menurut ketentuan Pasal 18 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 bahwa pengelolaan laut dibawah 12 mil laut adalah kewenangan daerah bukan Menteri Perhubungan.
Rencananya pekan depan sidang kembali digelar memasuki agenda putusan majelis hakim.(Pujiansyah/Lampung)