Daya Gemilang Pertamina Olah Pinang Jadi Lebih Bernilai

Ketua KWT Melati Suhartini dan tim CSR Pertamina di tempat pembibitan pinang.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

Musi Rawas, VIVA – Sejumlah ibu dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati bergerak ke salah satu tepi jalan di Desa Sukakarya, Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan (Sumsel). Tiba di lokasi, seorang di antara mereka menggali tanah dengan cangkul. Rekannya yang lain lantas menanam pohon pinang di lubang yang telah digali itu. 

“Biar jadi hijau semua dengan pohon pinang,” ujar Suhartini, ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati, saat ditemui VIVA bersama tim CSR Pertamina dan sejumlah media lainnya, di Desa Sukakarya, Rabu, 22 November 2023.

Asa Suhartini itu bukan tanpa alasan. Ia ingin menghijaukan desa dengan pohon pinang lantaran tanaman tersebut saat ini menjadi salah satu sumber daya alam andalan. Dari tanaman pinang itu dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomi. “Dulu pinang enggak ada harganya jatuh,” kata Suhartini.

Berawal pada 2019, KWT Melati menjadi mitra binaan dari Pertamina EP Pendopo Field melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). KWT Melati lantas dilibatkan dalam program Gerakan Perempuan Lestarikan Alam Melalui Konservasi Pinang (Gemilang) yang diinisiasi Pertamina EP Pendopo Field. Fokus program tersebut yaitu pemanfaatan tanaman pinang secara berkelanjutan guna meningkatkan ekonomi lokal serta pelestarian pinang.

Anggota KWT Melati menanam pinang di Desa Sukakarya, Musi Rawas, Sumsel.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

“Kegiatan yang dilakukan ibu-ibu KWT Melati melalui program Gemilang menjadi upaya awal dari pemberdayaan perempuan dan pelestarian lingkungan,” ujar Senior Manager Pendopo Field I Wayan Sumerta.

Berbagai bantuan diberikan oleh Pertamina seperti bantuan bibit pohon pinang, penyuluhan, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kemasan, bantuan peralatan, dan lain-lain. Saat ini, KWT Melati yang beranggotakan 60 orang ini telah berhasil membuat beragam produk dari bahan dasar pinang, di antaranya bandrek jahe pinang, kopi pinang, pinang herbal. 

Bahkan, pelepah pinang juga bisa menjadi produk bermanfaat berupa tempat makan. Untuk pelepah pinang, menurut Community Development Officer (CDO) PHR Pendopo Field Muhammad Rezza, KWT Melati bekerja sama dengan salah satu startup level nasional yaitu Plepah Indonesia (Plepah.id). Dalam kerja sama tersebut, KWT Melati memasok kebutuhan bahan baku pelepah pinang. 

Setiap bulan, KWT Melati mampu menyuplai 1.500 kg pelepah pinang ke Plepah Indonesia. Untuk 1 kg pelepah dihargai Rp1.500. Sedangkan KWT Melati mendapatkan pelepah pinang dengan cara membeli dari mitra petani seharga Rp1.000 per kg. Pendapatan dari penjualan pelepah rata-rata mencapai Rp2.250.000 per bulan. 

Sementara pendapatan rata-rata KWT Melati, menurut Suhartini, mencapai Rp20 juta per bulan. Pendapatan ini terdiri dari penjualan pelbagai produk hasil olahan kelompok tersebut. “Sekitar Rp12 juta bersih pendapatannya,” katanya.

Manfaat program Gemilang tidak hanya dirasakan KWT Melati tapi juga masyarakat di desa tersebut. Warga mendapatkan manfaat dari hasil pembagian bibit pinang betara yang ditanam di pekarangan rumah masing-masing. Program ini telah memberikan manfaat langsung kepada sekitar 75 orang serta penerima manfaat tidak langsung sejumlah 300 orang.

Ketua KWT Melati Suhartini dan anggotanya di Desa Sukakarya, Musi Rawas, Sumsel.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

Tak hanya itu. KWT Melati juga telah menjadi pionir dalam upaya pelestarian pohon pinang. Kelompok ini berhasil mendorong pemerintah desa setempat untuk merumuskan regulasi yang berkaitan dengan pelestarian pohon pinang.

Adapun untuk rencana dalam waktu dekat, KWT Melati akan menambah variasi produk pada 2024 mendatang. Mulai dari upaya ekspor buah pinang hingga pemanfaatan daun pinang sebagai media dalam pewarnaan pakaian. 

“Melalui pemanfaatan potensi pinang dan inovasi wadah ramah lingkungan serta limbah organik menjadi pupuk organik, perempuan yang selama ini dianggap ‘warga kelas dua’ dapat membuktikan bahwa posisi mereka egaliter di dalam ruang-ruang kesejahteraan yang selama ini didominasi oleh laki-laki,” ujar Sumerta.