Pj Gubernur NTB Lalu Gita Diperiksa KPK di Kasus Korupsi Eks Wali Kota Bima
- VIVA/Zendy Pradana
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemanggilan kepada Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariandi terkait dengan kasus korupsi mantan Walikota Bima M Lutfi. Dia saat ini tengah menjalani proses pemeriksaan di gedung merah putih KPK.
"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin 20 November 2023.
"Lalu Gita Ariandi (Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat)," sambungnya.
Kendati, tidak hanya Lalu Gita yang dipanggil oleh KPK terkait kasus korupsi M Lutfi. Ada dua saksi lainnya yang terdiri dari pihak swasta.
Dua saksi dari pihak swasta itu yakni adalah :
1. Lalu Gita Ariandi (Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat)
2. Nugraha Ronaldo Sabang Simorangkir (Bagian Kepatuyan PT.Binavalasindo Dolarsia Sejahtera Utama)
3. Muhammad Makdis (Swasta)
Diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan kalau Muhammad Lutfi langsung di tahan di rumah tahanan (rutan) KPK selama 20 hari kedepan. Penahanan itu dilakukan guna melakukan pendalaman lebih jauh terkait korupsi yang dilakukannya.
"Dilakukan penahanan pertama pada tersangka MLI (Muhammad Lutfi) selama 20 hari, mulai 5 Oktober 2023 sampai dengan 24 Oktober 2023," ujar Firli di gedung merah putih KPK, Kamis 5 Oktober 2023.
Firli menjelaskan M Lutfi melakukan korupsi tersebut dengan melakukan pengondisian proyek pemerintah kota (Pemkot) Bima. Bahkan, dia juga mengajak keluarganya dalam mencari uang haram itu.
"Tahap awal pengondisiannya dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima," ucap Firli.
Lebih jauh, Firli menjelaskan kalau Lutfi memberikan perintah kepada sejumlah pejabat untuk menyusun berbagai proyek ada Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima. Dia menyebutkan kalau kongkalikong itu dilakukan di rumah dinas Lutfi.
Proyek yang dikondisikan untuk Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2020. KPK mencatat uang yang dikeluarkan negara untuk pengerjaan yang sudah dilakukan mencapai puluhan miliar rupiah.
"Kemudian MLI secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang ready untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud," kata dia.
Firli menjelaskan kalau Lutfi mengatur proses lelang proyek sebagai formalitas belaka. Pemenangnya diketahui tidak sesuai kualifikasi persyaratan yang sudah ditentukan.
Atas pengkondisian tersebut, Lutfi mendapatkan uang Rp8,6 miliar. KPK kini masih mendalami proyek lain.
"Teknis penyetoran uangnya melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan MLI termasuk anggota keluarganya," kata Firli.
Dalam perkara ini, Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.