Koalisi Masyarakat Sipil: Putusan MKMK Bikin Pencalonan Gibran Cacat Hukum
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai, keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjadi tanda bahwa keputusan atas gugatan Perkara No. 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial.
Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani mengatakan, keputusan MKMK itu menegaskan bahwa benar kolusi dan nepotisme sangat kental terjadi dalam Perkara Putusan MK No. 90. Dengan demikian, majunya Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika.
“Keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya Memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK tapi juga memberhentikan Dia jadi Hakim MK,” ujar Julius dalam keterangan tertulisnya, Rabu 8 November 2023.
Dia menambahkan, relasi kuasa antara rezim penguasa, Mahkamah Konstitusi, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu.
“Majunya Gibran sebagai cawapres, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang. Putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia,” ucap dia.
Kelompok Masyarakat Sipil dan Kelompok Pro-Demokrasi, lanjut dia harus kembali tampil ke publik dan merapatkan barisan demi menyelamatkan demokrasi dan hukum yang semakin terancam.
“Keputusan MKMK adalah semakin membenarkan kemunduran demokrasi terjadi di Indonesia. Kerusakan demokrasi yang dilakukan rezim yang berkuasa tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja,” kata dia.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim.
Maka itu, Anwar Usman dijatuhi sanksi dengan pemberhentian dari jabatan ketua MK. Putusan itu nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu dibacakan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November 2023.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.