Anwar Usman Bantah Tuduhan Dirinya Menghalangi Pembentukan MKMK Permanen

Anwar Usman, Sidang MK Putusan Gugatan Usia Batas Usia Capres Maksimal 70 Thn
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membantah isu yang menyebutkan bahwa dirinya menjadi penghalang pembentukan Majelis Kehormatan (MK) secara permanen.

"Wah, enggak benar itu, salah itu," kata Anwar Usman kepada wartawan di Gedung MK RI, Jakarta, Jumat, 3 November 2023.

Ia pun menjelaskan bahwa saat itu ada perbedaan dalam rangkaian undang-undang terkait perubahan usia hakim MK dan perubahan rencana pembentuk Undang-Undang Majelis Kehormatan MK. Maka hingga kini pembentukan Majelis Kehormatan MK belum dapat dilakukan.

Gedung Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • ANTARA Foto/Hafidz Mubarak

"Ternyata dalam rangkaian UU terkait perubahan usia hakim konstitusi, rupanya ada sekaligus adanya rencana dari pembentuk UU untuk buat Majelis Kehormatan yang susunan keanggotaannya beda dengan yang lama, sehingga itu sambil menunggu, ternyata belum sampai sekarang," kata Anwar.

Dia kembali menegaskan bahwa keputusan yang diambil sendiri oleh seorang hakim tidak dapat diambil. Begitu juga dia yang berstatus sebagai ketua MK. Segala bentuk keputusan harus melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

Tuduhan itu dilayangkan seorang pelapor dugaan pelanggaran etik MK, yaitu Zico Leonardo Djagardo, dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, pada Jumat, 3 November.

Zico menduga adanya hambatan dari Anwar sehingga MKMK tidak dibentuk secara permanen melainkan ad hoc. Ia juga menyebut bahwa MKMK yang dipimpin I Dewa Gede Palguna kala itu bertugas mengadili pelanggaran etik hakim konstitusi Guntur Hamzah. Dalam putusan akhirnya, Palguna meminta MKMK dibentuk secara permanen.

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Mengingat dulu MKMK yang dipimpin Pak Palguna pernah mengamanatkan agar membuat MKMK permanen tapi enggak ditindaklanjuti Anwar Usman. Apakah karena MK ini tidak ada pengawas sehingga hakimnya, ketuanya bisa berbuat seenaknya," ujar Zico.

Palguna hadir dalam sidang tersebut sebagai saksi ahli untuk pelapor Zico. Ia menjelaskan, kala itu MK memiliki Dewan Etik. Namun, Dewan Etik tak bisa bekerja karena ada perubahan Undang Undang Mahkamah Konstitusi.

Padahal, sejak awal pembentukan MK, para hakim konstitusi menginginkan adanya pengawasan terhadap mereka sebagaimana produk hukum kedua MK tentang Dewan Kehormatan.

"Lahirlah kemudian Sapta Karsa Utama. Itulah kode etik dan pedoman perilaku hakim yang kemudian disahkan masih juga waktu itu pada masa keketuaan Prof Jimly," kata Palguna.

Dewan Etik MK, menurutnya, menjadi tidak bekerja setelah perubahan UU MK sehingga dibentuk MKMK secara ad hoc. Maka itu, Palguna mengungkapkan pentingnya MKMK yang permanen saat mengadili perkara etik mantan hakim konstitusi Aswanto terdahulu.

"Itulah alasannya, secara singkat, mengapa kemudian kami MKMK yang mengadili kasus waktu itu di dalam putusan itu juga menyinggung betapa pentingnya Majelis Kehormatan yang permanen itu untuk ada. Karena MK dengan tidak berfungsinya Dewan Etik sebagai kiblatnya dari perubahan UU tentang MK itu menjadi tidak ada yang mengawasi. Padahal semangat untuk diawasi itu ditanamkan pertama kali sejak MK dibentuk," katanya.