Segudang Harapan Dusun Terjal di Ujung Sulawesi Tengah

Suasana belajar mengajar di PAUD Dusun Tombiobong
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Sulawesi Tengah – Mengais harapan lewat dunia Pendidikan, saat ini hal itulah yang tengah dibutuhkan oleh warga dusun Tombiobong, Banggai, Sulawesi Tengah. Sekolah – pendidikan menjadi barang mahal dan ingin sekali diwujudkan di dusun terpencil itu.  Mengapa demikian? Ya, ingin meningkatkan taraf hidup. Kelak, anak-anak mereka bisa hidup layak. Salah satunya dengan sentuhan pendidikan.

Dusun Tombiobong merupakan wilayah perkampungan yang bisa dibilang jauh dari perhatian pemerintah. Jalan terjal menuju dusun itupun hanya bisa dilalui motor -- mungkin hanya motor tertentu yang bisa melewatinya. Bebatuan besar hingga ilalang menjadi ‘teman’ perjalanan menuju Dusun Tombiobong itu. 

Jika musim kemarau, jalanan berdebu mesti ditembus untuk sampai ke Dusun Tombiobong. Di sebelah kanan dan kiri jalan menuju dusun itu rimbun perkebunan sawit yang sepertinya tak terurus lagi.

Perjalanan melelahkan itulah yang membuat Dusun Tombiobong tak terjamah oleh laiknya fasilitas umum, salah satunya pendidikan. Setelah menyusuri sebuah perjalanan terjal itu Dusun Tombiobong terlihat menarik.

Warga dusun Tombiobon mayoritas tinggal di rumah panggung. Jarak antar rumah juga cukup renggang, tidak berhimpit layaknya di perkotaan. Jarak rumah ke rumah lainnya itu sekitar 15 sampai 20 meter. Warga dusun pun jarang berbicara atau komunikasi secara langsung dengan lama, karena terhalang jarak rumah.

Setelah menyusuri perjalanan selama 45 menit di bebatuan dan ilalang, disitulah berdiri sebuah sekolah yang baru didirikan sejak tahun 2017 silam.

PAUD di Dusun Tombiobong binaan Pertamina

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

Bangunan yang berbentuk leter L dilengkapi empat bangun dengan di tengahnya ada sebuah lapangan bermain berkisar diameter panjang 10 meter dan lebar 5 meter. Bahkan di lapangan itu hanya tersedia sebuah gawang sepak bola dan itupun hanya satu saja.

Rahmawati Saleh, seorang guru pertama di sekolah Tombiobong merupakan sosok pahlawan bagi anak-anak di sekolah tersebut. Peran donatur sangat berharga dalam pembangunan sekolah tersebut.

“PDA (Pimpinan Daerah Aisyiyah) Banggai ditanya apa yang dibutuhkan di Tombiobong katanya sekolah. Kan sebagian besar itu orang tuanya tidak sekolah jadi akhirnya dibantulah didirikan  sekolah TK,” ujar Rahmawati dengan nada lirih menahan tangis.

Rahmawati yang ditemui pada 1 November 2023 menjelaskan murid di sekolah Tombiobong itu mulanya berjumlah hanya 13 anak, tetapi kini bertambah menjadi 18 anak. Murid yang usianya tidak merata tetap semangat untuk menimba ilmu di sebuah sekolah.

Belasan murid itu rata-rata sekolah di jenjang PAUD pun ada yang berusia sudah 10 tahun, tetapi itu sebuah hal yang luar biasa karena masih memiliki kemauan untuk sekolah.

Dia menceritakan kalau dirinya harus tertatih-tatih mendidik anak-anak murid Tombiobong itu mulai dari bangun tidur sampai mereka tidur di rumahnya masing-masing.

Murid sekolah Tombiobong tak hanya diajarkan tentang ilmu pengetahuan. Tetapi, Rahmawati menceritakan kalau murid itu juga diajarkan mengaji hingga salat berjamaah. Bahkan jika ada murid yang mengalami kesulitan ekonomi pun akan dibantu lewat hasil tanam yang ada di dusun.

Guru sekolah Tombiobong itu rela membangunkan muridnya agar mereka mau berangkat ke sekolah demi masa depan yang baik. Para murid dijemput ke rumahnya jika ingin hadir ke sekolah, guru rela menerjang hutan demi menjemput muridnya.

Padahal, Rahmawati mengaku hanya digaji  Rp250 ribu untuk pembayaran selama tiga bulan. Tap itu tak menggentarkan semangatnya untuk tetap mendidik anak-anak Tombiobong.

“Rasa terharu mereka sudah bisa baca, sudah bisa menulis dan murid-muridnya taat. Dari yang tidak tau menjadi tau luar biasa. Awalnya saya takut karena harus komunikasi dengan lingkungan apalagi mereka punya bahasa suku sendiri dengan berbagai macam cara untuk pendekatan alhamdulillah bisa masuk ke orang tua dan kitab isa diterima semua oleh orang tua murid,” kata perempuan 33 tahun itu.

Langka Air Bersih

Perempuan beranak satu itu, menjelaskan kalau guru-guru di sekolah mau membersihkan para murid sekolah Tombiobong itu. Sebuah tisu basah harus rela dibawa demi anak-anak yang diharapkan menjadi penerus bangsa Indonesia itu, sebab anak-anak pun masih minim untuk edukasi tentang kebersihan.

Perlahan tisu basah itu menghampiri wajah anak yang masih dipenuhi kotoran mata. Tisu basah terpaksa digunakan lantaran sumber air bersih di Dusun Tombiobong itu sangatlah langka.

Suasana belajar mengajar di PAUD Dusun Tombiobong

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

 “Sementara kita di sini (guru) harus mendampingi mereka sampai sejahtera dari sisi ekonomi juga. Jadi tanggung jawab kita di sini bukan hanya mengajar tapi membantu kebutuhan karena mereka biasanya bisa terbuka cuma dengan kita disini,” ucapnya.

Awalnya, kekurangan air bersih juga menjadi alasan anak-anak tidak bisa berangkat sekolah. Rahmawati harus membersihkan wajah anak-anak dengan selembar tisu basah itu. 

Sementara itu, Triyani atau akrab disapa Yani yang masih berusia 23 tahun juga punya semangat mendidik anak-anak di Dusun Tombiobong. Relawan yang betah mengajar di sekolah itu menyebut kalau senang kini bisa menetap jadi pengajar di sekolah itu.

Anak muda berdarah Sulawesi Tengah itu berharap ada banyak pihak lagi yang peduli dengan sekolah Tombiobong. Dia berharap para donatur bisa membantu lewat program Pendidikan dan ekonomi untuk sekolah Tombiobong.

“Harapannya, untuk ada bangunan ruang, kita juga masih butuh sarana dan prasarananya kaya laptop sekolah belum ada. Tapi kalau sudah ada laptop sekolahnya kemudian juga kita sekarang dituntut semuanya serba online jadi kita agak kewalahan untuk menyesuaikan jaringan disini, begini semua serba online aplikasi dan lain-lain jadi itu. Kemudian untuk keberlanjutannya juga tentang perlengkapan sekolah, baju, karena kita menyediakan, mereka tidak membeli jadi kita bisa setiap tahun ajaran baru cari donatur,” tegas Yani.

Setelah itu, para guru sekolah Tombiobong dan warga adat di Dusun Tombiobong merasa senang karena belakangan ini munculah sebuah perusahaan yakni anak perusahaan Pertamina, JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi atau yang biasa disebut JOB Tomori muncul ditengah-tengah minimnya dunia pendidikan hingga air bersih di dusun Tombiobong.

JOB Tomori disebut menjadi kontraktor yang membantu membangun sebuah mesin hingga hulu air bersih yang dapat mengaliri ke dusun Tombiobong.

Bangunan sekolah yang tadinya hanya punya satu bangunan, bahkan bangunan itu milik warga adat setempat. Masuknya JOB Tomori ke dalam dusun pun membikin bangunan sekolah menjadi bertambah 4 bangunan.

Sebelumnya dikatakan Rahmawati sang guru sekolah Tombiobong, ketika ingin mencuci piring pun harus membawanya ke Kuala atau Sungai. Bahkan jerigen selalu dibawa jika butuh air bersih yang harus diambil dari Sungai.

Sungai di dusun Tombiobong itu berjarak sekitar 3-4 kilometer dari permukiman warga. Itupun jika airnya sedang pasang, jika surut maka warga dusun harus bersabar. Kendati demikian, JOB Tomori kini telah menyediakan mesin hingga hulu air yang sudah disaring dan mengalir ke sungai hingg rumah-rumah warga.

Diketahui, air bersih merupakan sumber kehidupan nomor satu bagi makhluk hidup. Sebab, air bisa berpengaruh untuk segala aspek dalam kehidupan sehari-hari.

Anak perusahaan Pertamina itu juga menyediakan bibit jagung, hewan ternak hingga bantuan bangunan untuk sekolah di dusun Tombiobong. Kini, warga adat yang mayoritas dari suku Banggai itu telah menikmatinya semua.

“Manfaat air bisa buat mandi, sikat gigi, trus masak, minum terus wudhu. Dulunya air keruh terus ngambil di sungai dan menimba,” ucap Asyifa Putri Salsabila salah satu murid sekolah di Tombiobong.

Dia yang pada tanggal 4 November berusia 9 tahun menyebutkan kalau air sangat dibutuhkan di dusun Tombiobong. Asyifa berkelakar kalau air juga bisa dimanfaatkan untuk memadamkan api.